MAKALAH
KEPERAWATAN JIWA
“ HDR KRONIK “
Pembimbing : Ns. Mamnu’ah, M.kep., Sp.kep. j.
Disusun
oleh : Kelompok B3
1.
Isnaini Fitra Utami
|
7. M Fathir Sidiq
|
2.
Kurnia Sari
|
8. Mei Sapita Triandini
|
3.
Lailatul Hasanah
|
9. Nanda Septiana
|
4.
Laili Najla
|
10. Nida Hidayati
|
5.
Lia Fitari
|
11. Nindi Sakina A
|
6.
Lita Suwarni
|
12. Nita Komalasari
13. Novia Putri Handayani
|
PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES
‘AISYIYAH YOGYAKARTA
SEMESTER
GENAP TA 2012/2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Di dalam hidup di masyarakat manusia harus dapat
mengembangkan dan melaksanakan hubungan yang harmonis baik dengan individu lain
maupun lingkungan sosialnya. Tapi dalam kenyataannya individu sering mengalami
hambatan bahkan kegagalan yang menyebabkan individu tersebut sulit
mempertahankan kestabilan dan identitas diri, sehingga konsep diri menjadi
negatif. Jika individu sering mengalami kegagalan maka gangguan jiwa yang
sering muncul adalah gangguan konsep diri misal harga diri rendah.
Faktor psikososial merupakan faktor utama yang
berpengaruh dalam kehidupan seseorang (anak, remaja, dan dewasa). Yang mana
akan menyebabkan perubahan dalam kehidupan sehingga memaksakan untuk mengikuti
dan mengadakan adaptasi untuk menanggulangi stressor yang timbul.
Ketidakmampuan menanggulangi stressor itulah yang akan memunculkan gangguan
kejiwaan.
Salah satu gangguan jiwa yang ditemukan adalah
gangguan konsep harga diri rendah, yang mana harga diri rendah digambarkan
sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya
diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan (Keliat, 1999). Perawat
akan mengetahui jika perilaku seperti ini tidak segera ditanggulangi, sudah
tentu berdampak pada gangguan jiwa yang lebih berat. Beberapa tanda-tanda harga
diri rendah adalah rasa bersalah terhadap diri sendiri, merendahkan martabat
sendiri, merasa tidak mampu, gangguan hubungan sosial seperti menarik diri,
percaya diri kurang, kadang sampai mencederai diri (Townsend, 1998).
B.
Batasan
Masalah
Dalam
makalah ini, kami membatasi penyajian kami pada ruang lingkup yang meliputi :
1. Mahasiswa
mampu menjelaskan Definisi HDR?
2.
Mahasiswa mampu menjelaskan Penyebab
HDR?
3.
Mahasiswa mampu menyebutkan Tanda
& gejala HDR?
4.
Mahasiswa mampu menjelaskan
Proses terjadinya masalah?
5.
Mahasiswa mampu menjelaskan
Mekanisme koping?
6.
Mahasiswa mampu menjelaskan Rentang
Respon?
7.
Mahasiswa mampu menjelaskan Pohon
masalah?
8.
Mahasiswa mampu menjelaskan Akibat
HDR?
9.
Mahasiswa mampu menjelaskan Faktor
predisposisi dan presipitasi?
10. Mahasiswa
mampu menjelaskan Asuhan keperawatan?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini
adalah:
1.
Tujuan umum
Perawat
mampu mendiskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan konsep
diri : harga diri rendah.
2.
Tujuan khusus
Untuk
mengidentifikasi permasalahan yang muncul pada klien selama memberikan asuhan
keperawatan gangguan konsep diri : harga diri rendah dan berusaha menyelesaikan
permasalahan tersebut.
D.
Metode
Penulisan
Metode penulisan makalah ini menggunakan metode
kepustakaan yaitu dengan mencari referensi yang berkaitan dengan pokok bahasan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri,
merasa gagal mencapai keinginan.
Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara kronik, yaitu
perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama. Gangguan harga diri
rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan diekspresikan melalui tingkat
kecemasan yang sedang sampai berat. Umumnya
disertai oleh evaluasi diri yang negatif, membenci diri sendiri dan menolak
diri sendiri (Keliat, 1998).
Evaluasi dari dan perasaan tentang diri atau kemampuan
diri yang negatif dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan
(Townsend, MC, 1998).
Penilaian negatif seseorang terhadap diri dan
kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung (Schult
& Videbeck, 1998).
Gangguan harga diri yang disebut harga diri rendah
dapat terjadi secara:
1) Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba,
misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus
hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu ( korban perkosaan, ditubuh KKN,
dipenjara tiba-tiba ).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri
rendah karena:
a. Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya:
pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (
pencukuran pubis, pemasangan kateter, pemeriksaan perineal ).
b. Harapan
akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/
sakit/ penyakit.
c. Perlakuan petugas kesehatan yang yidak menghargai,
misalnya berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, tanpa persetujuan.
Kondisi ini banyak ditemukan pada klien gangguan fisik.
2) Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah
berlangsung lama, yaitu sebelum sakit atau dirawat. Klien mempunyai cara
berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi
negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respon yang maladaptif.
Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis atau pada
klien gangguan jiwa.
B. Penyebab
Harga Diri Rendah
Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang
tidak realistik.
Stressor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal,
seperti: trauma fisik maupun psikis, ketegangan peran, transisi peran situasi
dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau
kematian, serta transisi peran sehat sakit sebagai transisi dari keadaan sehat
dan keadaan sakit. (Stuart & Sundeen, 1991).
C. Tanda dan Gejala Harga
Diri Rendah
Tanda dan gejala yang dapat dikaji pada gangguan harga diri rendah adalah:
1. Perasaan
malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap
penyakit, misalnya: malu dan sedih karena rambut jadi rontok setelah mendapat
terapi sinar pada kanker.
2. Rasa
bersalah pada diri sendiri, misalnya ini tidak akan terjadi jika saya segera ke
rumah sakit, menyalahkan, mengejek, dan mengkritik diri sendiri.
3. Merendahkan
martabat, misalnya saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya tidak tahu apa-apa
atau saya orang bodoh.
4. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu
dengan orang lain, suka menyendiri.
5. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya memilih
alternatif tindakan.
6. Mencederai diri, akibat harga diri rendah disertai harapan yang suram,
mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.
D. Proses
terjadinya Masalah
Individu yang kurang mengerti akan arti dan
tujuan hidup akan gagal menerima tanggung jawab untuk diri sendiri dan orang
lain. Ia akan tergantung pada orang tua dan gagal mengembangkan kemampuan
sendiri ia mengingkari kebebasan mengekspresikan sesuatu termasuk kemungkinan
berbuat kesalahan dan menjadi tidak sabar, kasar dan banyak menuntut diri
sendiri, sehingga ideal diri yang ditetapkan tidak tercapai.
Sedangkan stressor yang mempengaruhi harga diri
rendah dan ideal diri adalah penolakan dan kurang penghargaan diri dari orang
tua dan orang yang berarti, pola asuh yang tidak tepat, misalnya terlalu
dilarang, dituntut, dituruti, persaingan dengan saudara. Kesalahan dan
kegagalan yang terulang, cita-cita yang tidak tercapai, gagal bertanggung jawab
terhadap diri sendiri.
Harga diri rendah dapat terjadi karena adanya
kegagalan atau berduka disfungsional dan individu yang mengalami gangguan ini
mempunyai koping yang tidak konstruktif atau kopingnya maladaptive.
Resiko yang dapat terjadi pada individu dengan
gangguan harga diri rendah adalah isolasi sosial: menarik diri karena adanya
perasaan malu kalau kekurangannya diketahui oleh orang lain. ( Stuart dan
Sundeen, 1991 )
E. Mekanisme Koping
Menurut Keliat (1998), mekanisme koping pada
klien dengan gangguan konsep diri dibagi dua yaitu:
1. Koping jangka pendek
a.
Aktivitas yang memberikan kesempatan lari sementara dari krisis, misalnya
: pemakaian obat, ikut musik rok, balap motor, olah raga berat dan obsesi
nonton televisi.
b.
Aktivitas yang memberi kesempatan mengganti identitas, misalnya: ikut
kelompok tertentu untuk mendapat identitas yang sudah dimiliki kelompok,
memiliki kelompok tertentu, atau pengikut kelompok tertentu.
c.
Aktivitas yang memberi kekuatan atau dukungan sementara terhadap konsep
diri atau identitas diri yang kabur, misalnya: aktivitas yang kompetitif, olah
raga, prestasi akademik, kelompok anak muda.
d.
Aktivitas yang memberi arti dari kehidupan, misalnya: penjelasan tentang
keisengan akan menurunnya kegairahan dan tidak berarti pada diri sendiri dan
orang lain.
2. Koping jangka panjang
Semua koping jangka pendek
dapat berkembang menjadi koping jangka panjang. Penyelesaian positif akan
menghasilkan ego identitas dan Keunikan individu.
Identitas negatif merupakan
rintangan terhadap nilai dan harapan masyarakat. Remaja mungkin menjadi anti
sosial, ini dapat disebabkan karena ia tidak mungkin mendapatkan identitas yang
positif. Mungkin remaja ini mengatakan “saya mungkin lebih baik menjadi anak
tidak baik”.
Individu dengan gangguan
konsep diri pada usia lanjut dapat menggunakan ego-oriented reaction (mekanisme
pertahanan diri) yang bervariasi untuk melindungi diri. Macam mekanisme koping
yang sering digunakan adalah : fantasi, disosiasi, isolasi, proyeksi.
Dalam keadaan yang semakin
berat dapat terjadi deviasi perilaku dan kegagalan penyesuaian sebagai berikut:
psikosis, neurosis, obesitas, anoreksia, nervosa, bunuh diri criminal,
persetubuhan dengan siapa saja, kenakalan, penganiayaan.
F.
RENTANG
RESPON KONSEP DIRI







Aktualisasi Konsep
positif diri Harga diri Kerancuan identitas Depersonalisasi
a.
Aktualisasi diri
Pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat di terima
Pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat di terima
b.
Konsep diri positif
Apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri dan menadari hal-hal positif maupun yang negative dari dirinya
Apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri dan menadari hal-hal positif maupun yang negative dari dirinya
c.
Harga diri
rendah
Individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan merasa lebih rendah dari orang lain.
Individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan merasa lebih rendah dari orang lain.
d.
Kerancuan
identitas
Kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek identitas masa kanak-kanak ke dalam kematangan aspek psikososial kepribadian pada masa dewasa yang harmonis.
Kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek identitas masa kanak-kanak ke dalam kematangan aspek psikososial kepribadian pada masa dewasa yang harmonis.
e.
Depersonalisasi
Perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan , kepanikan serta tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain.
Perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan , kepanikan serta tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain.
Salah satu komponen konsep diri
yaitu harga diri dimana harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian
diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri
(Keliat, 1999). Sedangkan harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai
sesuatu yang berharga dan tidak bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri.
Jika individu sering gagal maka cenderung harga diri rendah. Harga diri rendah
jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh
dari diri sendiri dan orang lain, aspek utama adalah diterima dan menerima
penghargaan dari orang lain.
Gangguan harga diri rendah di gambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap
diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal
mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas,
destruktif yang diarahkan pada orang lain, perasaan tidak mampu, mudah
tersinggung dan menarik diri secara sosial.
Faktor yang mempegaruhi harga diri
meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak relistis, kegagalan
yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan
pada orang lain dan ideal diri yag tidak realistis. Sedangkan stresor pencetus
mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti :
1.
Trauma seperti penganiayaan seksual
dan psikologis atau menaksika kejadian yang megancam.
2.
Ketegangan
peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu
mengalami frustrasi. Ada tiga jeis transisi peran :
a.
Transisi peran perkembangan adalah
perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk
tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma
budaya, nilai-nilai tekanan untuk peyesuaian diri.
b.
Transisi peran situasi terjadi
dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau
kematian.
c.
Transisi peran sehat
sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi
ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk,
penampilan dan fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis dan keperawatan.
G. Pohon Masalah
![]() |
||||||||
![]() |
||||||||
![]() |
||||||||
![]() |
||||||||
![]() |
||||||||
![]() |
||||||||
![]() |
||||||||
![]() |
H. Akibat Harga Diri Rendah
Klien yang mengalami gangguan harga diri rendah
bisa mengakibatkan gangguan interaksi sosial : menarik diri, perubahan
penampilan peran, keputusasaan maupun munculnya perilaku kekerasan yang
beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan. (Keliat, 1998)
I. Faktor Predisposisi dan
Presipitasi
1. Faktor Predisposisi
Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah
adalah pengalaman masa kanak-kanak merupakan suatu faktor yang dapat
menyebabkan masalah atau gangguan konsep diri. Anak-anak sangat peka terhadap perlakuan dan respon
orang tua, lingkungan, sosial serta budaya. Orang tua yang kasar, membenci dan
tidak menerima akan mempunyai keraguan atau ketidakpastian diri, sehingga
individu tersebut kurang mengerti akan arti dan tujuan kehidupan, gagal
menerima tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, tergantung pada orang lain
serta gagal mengembangkan kemampuan diri. Sedangkan faktor biologis, anak
dengan masalah biologis juga bisa menyebabkan harga diri rendah. Misalnya anak lahir menilai dirinya rigatif. (Stuart & Sundeen, 1991)
2. Faktor Presipitasi
Masalah
khusus tentang konsep diri disebabkan oleh situasi yang dihadapi individu dan
individu yang tidak mampu menyelesaikan masalah. Situasi atau stresor dapat
mempengaruhi konsep diri dan komponennya. Stresor yang mempengaruhi harga diri
dan ideal diri adalah penolakan dan kurang penghargaan diri dari orang tua yang
berarti : pola asuh anak tidak tepat, misalnya: terlalu dilarang, dituntut,
dituruti, persaingan dengan saudara, kesalahan dan kegagalan yang terulang,
cita-cita yang tidak dapat dicapai, gagal bertanggung jawab terhadap diri
sendiri (Stuart Sundeen, 1991). Sepanjang kehidupan individu sering menghadapi
transisi peran yang dapat menimbulkan stres tersendiri bagi individu.
Stuart dan
Sundeen, 1991 mengidentifikasi transisi peran menjadi 3 kategori, yaitu:
a. Transisi
Perkembangan
Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap tahap
perkembangan harus dilalui individu dengan menyelesaikan tugas perkembangan
yang berbeda-beda. Hal ini dapat merupakan stresor bagi konsep diri.
b. Transisi
Peran situasi.
Transisi
peran situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau berkurang orang
yang berarti melalui kelahiran atau kematian, misalnya status sendiri menjadi
berdua atau menjadi orang tua. Perubahan status menyebabkan perubahan peran
yang dapat menimbulkan ketegangan peran, yaitu konflik peran tidak jelas atau
peran berlebihan.
c. Transisi
Peran Sehat-Sakit
Stresor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran
diri dan berakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi
semua komponen konsep diri yaitu gambaran diri, identitas diri, peran dan harga
diri. (Stuart & Sundeen, 1991)
BAB III
ASKEP
SKENARIO
Seorang
perempuan berusia 37 tahun, di rawat di ruang maintenance, tiga hari sebelum
masuk RS klien menendang bapaknya waktu shalat, diagnosa medis F20, hasil
pengkajian klien mengatkan menedang bapaknya karna di suruh oleh suara yang di
dengarnya. Klien baru pertama kali dirawat di rumah sakit, selama ini belum
pernah di periksakan. Saat ini klen mengatakan
malu karna belum menikah pada usianya sekarang. Klien mengatakan tidak
mendengar suara-suara lagi. Tidak ada riwayat gangguan jiwa pada keluarga.
Klien orang yang tertutup. Pendidikan klie SMA, tidak bekerja dan belum
nenikah. Biya perawatan pasien ditanggung Jaminan Kesehatan (JAMKESMAS). Pasien
mendapatkan obat anti psikotik 3x1.
PENGKAJIAN
Identitas
Pasien
Nama : Nn. Y
Umur
: 37 th
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: -
Marital
: Belum Menikah
Jenis
Kelamin : Perempuan

Aksis
2 : Halusinasi
Aksis
3 : -
Aksis
4 : Malu Belum Menikah, Belum Bekerja.
Aksis
5 : GAF 20
Nama Obat dan Dosis
·
Diazepam 5-10 mg
injeksi IV
·
Propanolol dosis hingga
160 mg/hari
·
Benztropine dosis 1-2
mg 2xsehari dosis maksimal 8 mg
·
Direnhidramin 25-50 mg
2xsehari
·
Chlorpromazine
Anak
>= 6 bulan : 0,5-1 mg /kg/dosis setiap 4-6 jam
Dewasa
30-2000 mg/hari dalam 1-4 dosis
Faktor prespitasi :
Faktor
prespitasi biologis : -
Faktor
prespitasi psikologis : Klien baru
dirawat pertama kali.
Faktor
prespitasi sosial : Malu karna
belum menikah.
Faktor predisposisi :
Faktor
predisposisi biologis : Tidak ada riwayang gangguan jiwa pada
keluarga.
Faktor
predisposisi psikologis : Klien malu mengatakan malu karna belum menikah pada usianya yang sekarang
Faktor
predisposisi sosial : SMA, belum
bekerja, belum menikah.
ANALISA DATA
DATA
|
MASALAH
|
DS :
-
Klien mengatakan malu
karena belum menikah.
DO :
-
Klien belum menikah.
-
Klien orang yang
tertutup.
|
HDR Kronik
|
DS :
-
Klien mengatakan
menendang bapaknya karna di suruh suara yang di dengarnya.
DO :
-
Klien orang tertutup.
|
Halusinasi
|
DS :
-
Klien mengatakan
menendang bapaknya karna di suruh oleh suara yang di degarnya.
DO :
-
Dirawat di ruang
Maintenance.
-
Klien menendang
bapaknya waktu shalat.
|
RPK terhadap orang lain
|
Prioritas
Diagnosa Keperawatan
1. HDR
2. Halusinasi
3. RPK
NCP
|
Perencanaan
|
|
|||
Dx
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
1.
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien di harapkan dapat
meningkatkan penghargaan terhadap diri sendiri dengan ktriteria hasil :
Self Esteem
1.
Klien
mampu menguungkapkan secara verbal penerimaan terhadap diri sendiri (2).
2.
Klien
mampu melakukan komunikasi secara terbuka(2).
3.
Klien
mampu melakukan pemenuhan peran pribadi secara signifikan (2).
4.
Klien
mampu menerima kritik yang membangun (3).
5.
Kien
mampu menggambarkan kebanggaan terhadap diri sendiri(2).
6.
Klien
mampu mengenali perasaa terhadap rasa marah yang terjadi pada diri sendiri
(3).
|
Self Esteem Enhancement
1.
Monitor
pernyataan yang salah terhadap diri sendiri.
2.
Bantu
naikkan kekuatan mengidentifikasi diri pada klien.
3.
Dorong
pasien untuk berpartisifasi dalam kegiatan-kegiatan kelompok.
4.
Anjurkan
klien untuk menahan diri dari kritikan negatif.
5.
Ajari
klien untuk mengidentifikasi respon positive dari orang lain.
6.
Anjurkan
klien menahan diri dari kritik negative.
7.
Anjurkan
klien menyampaikan kemampuan untuk mengenali situasi.
8.
Anjurkan
klien menentukan tujuan secara realistik untuk meningkatkan penghargaan
terhadap diri sendiri.
9.
Ajari
klien untuk menerima kepercayaan dari orang lain dengan tepat.
10.
Ajari
klien memeriksa kembali persepsi negative terhadap diri sendiri.
11.
Beri
penghargaan/pujian pada klien terhadap kemajuan dari tujuan yang diharapkan.
12.
Fasilitasi
Lingkungan dan aktivitas akan kenaikan terhadap penghargaan pada diri
sendiri.
13.
Monitor
level dari penghargaan terhadap diri sendiri tiap waktu.
|
1.
Setiap
bertemu dengan klein hindarkan pernyataan negatif.
2.
Untuk
mengetahui tingkat pengetahuan nilai
terhadap diri sendiri klien.
3.
Untuk
mengatahui respon yang positive terhadap diri sendiri.
4.
Untuk mencegah perasaan yang
semakin negatif terhadap diri sendiri.
5.
Untuk
mencegah perasaan yang semakin negative terhadap diri.
6.
Untuk
mengetahui cara mengenali situasi yang positif.
7.
Diskusikan
tingkat kemampuan klien meningkatkan penghargaan secara realistik.
8.
Dengan diketahuinya kemampuan dan aspek yang dimiliki klien akan lebih
percaya diri terhadap
orang lain
9.
Untuk mengetahui apakah peraaasn
positif pada diri makin meningkat
10. Untuk mengetahui apakah
perasaan positive pada diri semakin meningkat.
11. Dengan
menghindarkan penilaian negatif diharapkan klien merasa punya kemampuan yang
lebih.
12. Untuk lebih meningkatkan peran dan
gambaran diri yang dipengaruhi oleh lingkungan eksternal.
13. Monitor level dari penghargaan
terhadap diri sendiri tiap waktu untuk mengetahui konsep diri dalam aspek
positif dan negatif dalam aktivitasnya
|
1.
Memonitor pernyataan yang salah terhadap
diri sendiri.
2.
Membantu pasien untuk mengidentifikasi
dalam meningkatkan harga diri.
3.
Mendorong pasien untuk berpartisifasi
dalam kegiatan-kegiatan kelompok.
4.
Menganjurkan untuk menahan diri dari
kritikan negatif.
5.
Mengajari
respon positif terhadap orang lain.
6.
Menganjurkanklien
menahan diri pada kritik negatve.
7.
Menganjurkan
cara menyampaikan dalam menilai situasi secara benar.
8.
Menganjurkan
klien cara meningkatkan penghargaan secara realistik.
9.
Mengajari
cara menerima kepercayaan dari orang lain secara tepat.
10. Mengajari klien cara menilai
dirinya secara positif.
11. Memberikan pujian
setiap kemajuan yang dimuliki.
12. Memfasilitasi
lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan kepercyaan diri klien.
13. Memonitor setiap
perubahan yang di lakukan klien.
|
Tgl
21 Mei 2013 pukul 13.00
S : Klin merasa lebih baik
O : Klien terlihat lebih opratif.
A : Msalah keperawatan HDR tertasi sebagian
P : Evaluasi tindakan yang sudah dilakukan.
|
2
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 klien di harapkan dapat mengganti
kebiasaan-kebiasaa mendengar suara yang menyimpang dengan keretria hasil :
Sensory Function Hering
1.
Klien
mendiskusikan dampak penurunan pendengaran terhadap gaya hidup (2).
2.
Klien
dapat mempertahankan orientasi terhadap orang, tempat dan waktu.(2).
3.
Klien
mengungkapkan perasaan nyaman (3).
4.
Klien
menunjukkan ketertarikan terhadap
lingkungan eksternal(2).
5.
Klien
merencanakan untuk menggunakan sumber-sumber komunikasi untuk membantu
defisit pendengaran (2).
|
Preparatory Sensory
Information
1.
Identifikasi
urutan dari peristiwa dan dengan cara menghubugkan dengan gambaran lingkungan
sekitar.
2.
Identifikasi
bentuk sensasi pendengaran secara umum dari gambaran pasien dan hubungkan
dengan tiap aspek.
3.
Gambaran
sensasi konkrit, bentuk objektif yang digunakan pasien untuk menggambarkan
kata dan lakukan evaluasi obektive peningkatan reflek dari sensasi/respon
marah.
4.
Tunjukkan
sensasi dan cara mengurutkan peristiwa yang paling mungkin untuk menjadi
pengalaman.
5.
Beri
kesempatan klien untuk bertanya dan mengklasifikasi ketidakpahaman.
|
|
|
|
3
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien dapat mengontrol rasa
marahnya dengan kritria hasil :
Coping
1.
klien
mampu mengidentifikasi bentuk koping yang efektif.
2.
klien
mampu mengidentifikasi bentuk koping yang tidak efektif
3.
klien
mampu mengungkapkan perasaan dengan kata-kata.
4.
klien
mampu menerima situasi dengan mengungkapkan secara verbal.
5.
klien
mampu membiasakan untuk mengubah perilakunya.
6.
klien
mampu melaporkan kenaikan kenyamanan secara psikologis.
|
Coping Enhancement
1.
berikan
penghargaan kepada klien antas indikasi dari perubahan gambaran terhadap
dirinya sendiri.
2.
dorong
klien untuk mengidentifikasi gambaran nyata dari perubahan peran.
3.
berikan
suasana lingkungan yang menyenangkan.
4.
ajarkan
klien untuk mengembangkan penilaian secara objektiv terhadap peristiwa.
5.
ajarkan
klien untuk mengudentifikasi respon positif dari orang lain.
6.
dorong
klien untuk melakukan aktivitas sosial dan kelompok.
7.
ajarkan
klien untuk menggunakan tehnik relaksasi.
|
|
|
|
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Gangguan harga diri rendah digambarkan
sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya
diri dan harga diri, merasa gagal
mencapai keinginan.
Salah satu
gangguan jiwa yang ditemukan adalah gangguan konsep harga diri rendah, yang
mana harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri
sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai
keinginan (Keliat, 1999). Perawat akan mengetahui jika perilaku seperti ini
tidak segera ditanggulangi, sudah tentu berdampak pada gangguan jiwa yang lebih
berat. Beberapa tanda-tanda harga diri rendah adalah rasa bersalah terhadap
diri sendiri, merendahkan martabat sendiri, merasa tidak mampu, gangguan
hubungan sosial seperti menarik diri, percaya diri kurang, kadang sampai
mencederai diri (Townsend, 1998).
Daftar Pustaka
Maslim Rusdi. 2003. Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa FK-Unika Atmaja
Herdman, T Heather. 2012. Nanda 2012-2014. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Yosep Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar