Jumat, 27 Desember 2013

INVAGINASI KEPERAWATAN ANAK I




MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN
INVAGINASI
KEPERAWATAN ANAK I
DOSEN PEMBIMBING :
Ati Badi’ah
MAHASISA / MAHASISWI :
1.      Nida hidayati                          (201110201111)
2.      Nofia Putri Handayani            (201110201114)
3.      Nomika Sanjani                       (201110201115)
4.      Novia Rizki                             (201110201116)
5.      Nur Isniani Ningsih                 (201110201117)
6.      Nurul Khashinah                     (201110201118)
7.      Penti Sari Ningsih                   (201110201119)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH YOGYAKARTA
TA. 2013-2013
 


BAB I
TINJAUAN TEORI

A.    LATAR BELAKANG
Intususepsi merupakan salah satu bentuk dari obstruksi usus. Obstruksi usus terdapat dua jenis yaitu ileus paralitik yang disebabkan pengaruh toksin dan obstruksi mekanik  dimana terdapat obstruksi intralumen. Dalam hal ini intususepsi tergolong dalam obstruksi mekanik yaitu adanya invaginasi usus ke dalam  bagian usus di bawahnya.
Sehingga akan mengakibatkan terjadinya suatu sumbatan pada lumen usus.
Intususepsi merupakan penyebab paling sering dari obstruksi usus pada usia 2 bulan – 6 tahun. Walaupun sebagian kecil intususepsi dapat terlepas spontan namun pada kebanyakan kasus bila tidak diobati akan berakibat kematian.

B.     TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah dengan judul Asuhan Keperawatan pada Bayi/anak dengan Intususepsi adalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui gangguan saluran pencernaan pada bayi dan anak yang disebabkan oleh obstruksi pada usus yaitu intususepsi.
2.      Mengetahui dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak dan bayi dengan gangguan obstruksi usus intususepsi.










BAB II
KONSEP DASAR

A.    PENGERTIAN
Invaginasi atau intususepsi adalah masuknya bagian usus ke dalam perbatasan atau bagian yang lebih distal dari usus (umumnya, invaginasi ileum masuk ke dalam kolon desendens). (Nettina, 2002)
Suatu invaginasi atau intususepsi terjadi bila sebagian saluran cerna terdorong sedemikian rupa sehingga sebagian darinya akan menutupi sebagian lainnya hingga seluruhnya mengecil atau memendek ke dalam suatu segmen yang terletak di sebelah kaudal. (Nelson, 1999).
Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada orang dewasa. Invaginasi pada anak biasanya bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Kebanyakan ditemukan pada kelompok umur 2 – 12 bulan, dan lebih banyak pada anak laki – laki.
Invaginasi ialah suatu keadaan, sebagian usus masuk ke dalam usus berikutnya. Biasanya bagian proksimal masuk ke distal, jarang terjadi sebaliknya. Bagian usus yang masuk di-sebut intussusceptum dan bagian yang menerima intussuscepturn dinamakan intussuscipiens. Oleh karena itu, invaginasi disebut juga intussusception. Pemberian nama invaginasibergantung hubungan antara intussusceptum dan intussuscipiens, misalnya ileo-ileal menunjukkan invaginasi hanya melibatkan ileum saja. Ileo-colica berarti ileum sebagai intussusceptum dan colon sebagai intussuscipiens. Kombinasi lain dapat terjadi seperti ileo-ileo colica, colo-colica dan appendical-colica. Ileo-colica yang paling banyak ditemukan (75%), ileo- ileo colica 15%, lain-lain 10%, paling jarang tipe appendical Colica.
Pada penderita invaginasi / intususepsi, sebagian usunya menerobos (invaginasi) ke dalam disktal yang berdektan. Intusussepsi bisa fatal, terutama jika usus yang mengalami strangulasi terlambat ditangani. Ketika terjadi invaginasi segmen usus, peristalsi mendorongnya disepanjang usus, sehingga lebih banyak menarik bagian usus bersama dengannya. Segmen yang menerima disebut intutsusipien. Invaginasi ini menyebabkan edema, hemoragi akibat vena  yang penuh dan membengkak, inkaserasi dan obstruksi. Pasien biasanya akan mengalami stangulasi usus, disertai rangen, syok, perforasi dan bisa juga meninggal.
Intususepsi paling sering menyerang bayi dan tiga kali lebih banyak terjadi pada pria dari pada wanita. Sekitar 78% anak-anak penderita invaginasi berusia kurang dari 2 tahun, sekitar 70% dari anak-anak ini berusia 4-11 tahun.

B.     KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan pada lokasi invaginasi:
1.      Ileocaecal        : ileum masuk ke dalam colon ascendens pada katub ileocaecal.
2.      Ileocolic          : ileum (akhir dari usus kecil ) masuk ke dalam colon.
3.      Colocolic         : colon masuk ke dalam colon.
4.      Ileo-ileo           : usus kecil masuk ke dalam usus kecil.

C.    ETIOLOGI
Penyebab dari kebanyakan intususepsi tidak diketahui. Terdapat hubungan dengan infeksi - infeksi virus adeno dan keadaan tersebut dapat mempersulit gastroenteritis. Bercak - bercak peyeri yang banyak terdapat di dalam ileum mungkin berhubungan dengan keadaan tersebut, bercak jaringan limfoid yang membengkak dapat merangsang timbulnya gerakan peristaltic usus dalam upaya untuk mengeluarkan massa tersebut sehingga menyebabkan intususepsi. Pada puncak insidens penyakit ini, saluran cerna bayi juga mulai diperkenalkan dengan bermacam bahan baru. Pada sekitar 5% penderita dapat ditemukan penyebab - penyebab yang dikenali, seperti divertikulum meckeli terbalik, suatu polip usus, duplikasi atau limfosarkoma. Secara jarang, keadaan ini akan mempersulit purpura Henoch-Schonlein dengan sutau hematom intramural yang bertindak sebagai puncak dari intususepsi. Suatu intususepsi pasca pembedahan jarang dapat didiagnosis, intususepsi-intususepsi ini bersifat iloileal.

D.    TANDA DAN GEJALA

1.      Nyeri perut hebat, mendadak, dan hilang timbul dalam waktu beberapa detik hingga menit dengan interval waktu 5-15 menit.

2.      Pada bayi, anak sering muntah dan bab bercampur darah dan lendir.

3.      Nyeri kolik berat disertai dengan tangisan yang keras.

4.      Muka pucat dan lemah

5.      Pada dehidrasi, anak demam dan perut mengembung

6.      Anak cepat marah, nafas dangkal, mendengkur, dan konstipasi

7.      anak sering menarik kaki ke atas perut dikarenakan nyeri yang diderita.

8.      Tinja seoerti jeli kismis yang mengandung campuran darah danmukus

9.      Nyeri abdiominal yang intermiten yang parah, disertai pucat, diaphoresis dan kemungkinan nafas seperti mendengkur

10.  Rasa kantuk antara serangan sakit di perut

11.  Andomen mengalami distensi dan melunak, jika diraba akan terasa gumpalan berbentuk sosi di kuadran kanan-atas

12.  Memuntahkan konten lambung (pada walnya), memuntahkan material bercampur empedu dan fekal (selanjutnya)

 

E.     PATOFISIOLOGI DAN PATHWAYS
Berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada dewasa pada intinya adalah  gangguan motilitas usus terdiri dari dua komponen yaitu satu bagian usus yang bergerak bebas  dan satu bagian usus lainya yang terfiksir/atau kurang bebas dibandingkan bagian lainnya, karena arah peristaltik adalah dari oral keanal sehingga bagian yang masuk kelumen usus adalah yang arah oral atau proksimal, keadaan lainnya karena suatu disritmik peristaltik usus, pada keadaan khusus dapat terjadi sebaliknya yang disebut retrograd intususepsi pada pasien pasca gastrojejunostomi . Akibat adanya segmen usus yang masuk kesegmen usus lainnya akan menyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga akan mengakibatkan aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis dinding usus.
Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai intususeptum. Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan. Perubahan pada intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari intususepien, dan juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan dan tertariknya mesenterium. Edema dan pembengkakan dapat terjadi. Pembengkakan dapt sedemikian besarnya sehingga menghambat reduksi. Adanya bendungan menimbulkan perembesan (ozing) lendir dan darah ke dalam lumen. Ulserasi pada dindidng usus dapat terjadi. Sebagai akibat strangulasi tidak jarang terjadi gangren. Gangren dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps. Pembengkakan ddari intisuseptum umumnya menutup lumen usus. Akan tetapi tidak jarang pula lumen tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada intususepsi (Tumen 1964).
Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik partiil maupun total dan strangulasi (Boyd, 1956). Hiperperistaltik usus bagian proksimal yang lebih mobil menyebabkan usus tersebut masuk ke lumen usus distal. Usus bagian distal yang menerima (intussucipient) ini kemudian berkontraksi, terjadi edema. Akibatnya terjadi perlekatan yang tidak dapat kembali normal sehingga terjadi invaginasi.
Intestinal obstruksi terdapat dua bentuk yaitu : mekanik obstruksi dan neurogenik obstruksi paralitik (Meingot’s 90 ; Bailey 90).
Menurut etiologinya ada 3 keadaan :
1.    sebab didalam lumen usus
2.    sebab pada dinding usus
3.    sebab diluar dinding usus (Meingot’s 90)

Menurut tinggi rendahnya dibagi : obstruksi usus halus letak tinggi , obstruksi usus halus letak rendah dan obstruksi usus besar. Berdasarkan waktunya dibagi :
1.      Acuta intestinal obstruksi
2.      Cronik intestinal obstruksi
3.      Acut super exposed on cronik
Sekitar 85 % dari obstruksi mekanik usus terjadi di usus halus dan 15 % terjadi di usus besar (Schrock, 82).
Aethiologi obstruksi usus halus menurut Schrock 88 adalah :
1.    Adhesion
2.    Hernia
3.    Neoplasma
4.    Intussusception
5.    Volvulus
6.    benda asing
7.    batu empedu
8.    imflamasi
9.    stricture
10. cystic fibrosis
11. hematoma







F.     MANIFESTASI KLINIK
Umumnya bayi dalam keadaan sehat dan gizi baik. Pada tahap awal muncul gejala strangulasi berupa nyeri perut hebat yang tiba-tiba. Bayi menangis kesakitan saat serangan dan kembali normal di antara serangan. Terdapat muntah berisi makanan/minuman yang masuk dan keluarnya darah bercampur lendir (red currant jelly) per rektum. Pada palpasi abdomen dapat teraba massa yang umumnya berbentuk seperti pisang (silindris).
Dalam keadaan lanjut muncul tanda obstruksi usus, yaitu distensi abdomen dan muntah hijau fekal, sedangkan massa intraabdomen sulit teraba lagi. Bila invaginasi panjang hingga ke daerah rektum, pada pemeriksaan colok dubur mungkin teraba ujung invaginat seperti porsio uterus, disebut pseudoporsio. Pada sarung tangan terdapat lendir dan darah. 

G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Foto polos abdomen memperlihatkan kepadatan seperti suatu massa di tempat intususepsi.
2.      Foto setelah pemberian enema barium memperlihatkan gagguan pengisisan atau pembentukan cekungan pada ujung barium ketika bergerak maju dan dihalangi oleh intususepsi tersebut.
3.      Plat datar dari abdomen menunjukkan pola yang bertingkat (invaginasi tampak seperti anak tangga).
4.      Barium enema di bawah fluoroskopi menunjukkan tampilan coiled spring pada usus.
5.      Ultrasonogram dapat dilakukan untuk melokalisir area usus yang masuk.

H.    PRINSIP PENGOBATAN DAN MANAGEMEN KEPERAWATAN
1.      Penurunan dari intususepsi dapat dilakukan dengan suntikan salin, udara atau barium ke dalam kolon. Metode ini tidak sering dikerjakan selama terdapat suatu resiko perforasi, walaupun demikian kecil, dan tidak terdapat jaminan dari penurunan yang berhasil.
2.      Reduksi bedah :
a.    Perawatan prabedah:
1)      Rutin
2)      Tuba naso gastrik
3)      Koreksi dehidrasi (jika ada)
b.      Reduksi intususepsi dengan penglihatan langsung, menjaga usus hangat dengan salin hangat. Ini juga membantu penurunan edema.
c.       Plasma intravena harus dapat diperoleh pada kasus kolaps.
d.      Jika intususepsi tidak dapat direduksi, maka diperlukan reseksi dan anastomosis primer.
3.      Penatalaksanaan pasca bedah:
a.       Rutin
b.      Perawatan inkubator untuk bayi yang kecil
c.       Pemberian oksigen
d.      Dilanjutkannya cairan intravena
e.       Antibiotika
f.       Jika dilanjutkannya suatu ileostomi, drainase penyedotan dikenakan pada tuba ileostomi hingga kelanjutan dari lambung dipulihkan.
g.      Observasi fungsi vital

I.       ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
lakukan pengkajian fisik secara rutin
a.    Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama deskripsi keluarga tentang gejala
b.    Observasi pola defekasi dan perilaku praoperasi dan pasca operasi
c.    Observasi perilaku anak
d.    Observasi adanya manifestai intususepsi:
-       Nyeri abdomen akut tiba-tiba
·         Anak berteriak dan menarik lutut ke dada
·         Anak tampak normal dan nyaman selama interval di antara episode nyeri
-       Muntah
-       Letargi
-       Keluarnya feses seperti jeli merah ( feses bercampur darah dan mucus )
-       Abdomen lunak ( pada awal penyakit )
-       Nyeri tekan dan distensi abdomen ( penyakit lanjut )
-       Massa berbentuk sosis yang dapat diraba dikuadran kanan atas
-       Kuadran kanan bawah kosong ( tanda dance )
-       Demam, prostasi dan tanda-tanda lain peritonitis
e.    Observasi adanya manifestasi intususepsi yang lebih kronis:
-       Diare
-       Anoreksia
-       penurunan berat badan
-       muntah (kadang-kadang )
-       nyeri periodic
-       nyeri tanpa gejala lain ( pada anak yang lebih besar )

2.      Diangnosa
Pre operasi
1.      Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
2.      Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
3.      Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi
4.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam  memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.
5.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
6.      Resiko konstipasi berhubungan dengan obstruksi usus.
7.      Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kelainan absorbsi cairan.
8.      Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan malnutrisi.
9.      Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi berlebih.
10.  Konflik pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang informasi yang relevan.

Post operasi
1.      Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invasif.
2.      Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi.
3.      Koping tidak efektif berhubungan dengan tingkat kontrol persepsi tidak adekuat, krisis situasional.
4.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi.
5.      Cemas berhubungan dengan krisis situasional, nyeri.

3.      NCP
Post operasi
No.
Diagnosa
tujuan
perencanaan
1.
Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses penyakit.
Setelah dilakukan tindakan asuhan kepeawatan selama 3 x 24 jam, Pasien diharapkan tidak mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri pada tingkat yang dapat diterima anak.
Kriteria hasil :
a.      Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri
b.      Nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak.
Skala :
1.      Ekstream.
2.      Berat.
3.      Sedang.
4.      Ringan.
5.      Tidak Ada.
Menejemen nyeri
a.       Berikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (missal ruangan tenang, batasi pengunjung).
b.      Berikan analgesia sesuai ketentuan.
c.       Cegah adanya gerakan yang mengejutkan seperti membentur tempat tidur.
d.      Cegah peningkatan TIK
e.       Kompreskan air hangat pada dahi

2.
Gangguan pola tidur b.d nyeri
Setelah dilakukan tindakan asuhan kepeawatan selama 3 x 24 jam, Pasien diharapkan Kebutuhan tidur pasien adekuat (10 jam / hari).
Kriteria hasil :
a.       Jam tidur
b.      Pola tidur
c.       Kualitas tidur
d.      Tidur tidak terganggu
e.       Kebiasaan tidur
Sleep Enhancement
1.      Kaji pola tidur pasien.
2.      Kaji pengaruh tindakan pengobatan terhadap pola tidur.
3.      Seiakan barang-barang milik pasien yang dapat mendukung pasien untuk tidur (guling, boneka, dll).
4.      Ajarkan teknik relaksasi.
5.      Ciptakan lingkungan yang nyaman.

3.
Gangguan peningkatan suhutubuh berhubungan dengan proses inflamasi
Thermoregulation
Setelah dilakukan tindakan asuhan kepeawatan selama 3 x 24 jam, Pasien diharapkan tidak mengalami menunjukkan peningkatkan suhu badan secara berlebihan.
Suhu badan pasien normal 36-37ºC.
Kriteria hasil :
a.       Suhu tubuh dalam rentang normal
b.      Nadi dan RR dalam rentang normal
c.       Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman.

Temperature regulation
1.      Monitor suhu minimal tiap 2 jam sekali.
2.      Monitor TD, N, RR.
3.      Monitor warna dan suhu kulit.
4.      Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.
5.      Ajarkan pada pasien cara untuk mencegah keletihan akibat panas.

4.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

Mobility level
Setelah dilakukan tindakan asuhan kepeawatan selama 3 x 24 jam, Pasien diharapkan dapat melakukan mobilitas.
Kriteria hasil :
a.       Klien meningkat dalam aktivitas fisik
b.      Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas.
c.       Menverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah.
d.      Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi
e.       Pergerakan tulang
f.       Keseimbangan posisi tubuh
Skala :
1.      dibantu total
2.      memerlukan bantuan orang lain dan alat
3.      memerlukan bantuan orang lain
4.      dapat melakukan sendiri dengan bantuan
5.      mandiri
Perubahan Posisi
a.       Pantau ketepatan pemasangan traksi
b.      Letakkan matras / tempat tidur terapeutik dengan benar
c.       Atur posisi pasien dengan postur tubuh yang benar
d.      Letakkan pada posisi terapeutik ( misal ; hindari penempatan puntung amputasi pada posisi fleksi, tinggikan baian tubh yang terkena, jika diperlukan, imobilisasi / sangga bagi tubuh yang terkena).
e.       Dukung latihan ROM aktif.






Post operasi
No.
diagnosa
Tujuan
Perencanaan
1.
Nyeri berhubungan dengan prosedur invasif.
Tingkat Nyeri
Setelah dilakukan tindakan asuhan kepeawatan selama 3 x 24 jam, Pasien diharapkan  tidak mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri pada tingkat yang dapat diterima anak
Kriteria hasil :
a.       Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri
b.      Nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak Skala :
1.      Ekstream
2.      Berat
3.      Sedang
4.      Ringan
5.      Tidak Ada
Menejemen Nyeri
1.       Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi, durasi, frekuensi, intensitas nyeri).
2.       Berikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (missal ruangan tenang, batasi pengunkung).
3.       Berikan analgesia sesuai ketentuan
4.       Cegah adanya gerakan yang mengejutkan seperti membentur tempat tidur
5.       Ajarkan teknik relaksasi

2.
Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi

Knowledge: infection control
Setelah dilakukan tindakan asuhan kepeawatan selama 3 x 24 jam, Pasien diharapkan infeksi tidak terjadi (terkontrol). Kriteria hasil:
a.        Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b.        Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c.        Jumlah leukosit dalam batas normal
d.       Menunjukkan perilaku hidup sehat
Skala :
1.         Tidak pernah menunjukkan
2.         Jarang menunjukkan
3.         Kadang menunjukkan
4.         Sering menunjukkan
5.         Selalu menunjukkan
Infection control
1.      Pertahankan teknik isolasi
2.      Batasi pengunjung bila perlu
3.      Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
4.      Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
5.      Tingkatkan intake nutrisi

3.
cemas b.d  krisis situasional, nyeri.

Kontrol Cemas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan hilang atau berkurang.
Kriteria hasil :
a.        Monitor intensitas kecemasan
b.       Rencanakan strategi koping untuk mengurangi stress
c.        Gunakan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan
d.       Kondisikan lingkungan nyaman
Skala :
1.          Tidak pernah dilakukan
2.          Jarang dilakukan
3.          Kadang-kadang dilakukan
4.          Sering dilakukan
5.          Selalu dilakukan.
 Enhancement Family Coping
a.            Sediakan informasi yang sesungguhnya meliputi diagnosis, treatmen dan prognosis.
b.            Tetap damping pasien dan keluarga untuk menjaga keselamatan pasien dan mengurangi ansietas
Keluarga
c.            Instruksikan kepada keluarga untuk melakukan ternik relaksasi
d.           Bantu keluarga mengidentifikasi situasi yang menimbulkan ansieta
















BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Invaginasi atau intususepsi adalah masuknya bagian usus ke dalam perbatasan atau bagian yang lebih distal dari usus (umumnya, invaginasi ileum masuk ke dalam kolon desendens). (Nettina, 2002)
Jika anak mengeluhkan rasa sakit pada perutnya setelah mengalami diare, terlebih lagi jika anak terus menangis menahan sakit, sebaiknya anak segera dibawa ke dokter untuk mendapat pemeriksaan lebih lanjut.
Biasanya dokter akan memberikan anak obat penenang agar anak bisa istirahat dan membuat ususnya lebih tenang.
Anak yang terus menangis ketika sedang mengalami invaginasi akan membuat usus semakin tegang dan semakin kuat terjepit.
Jika kondisi anak tidak terlalu parah, kemungkinan dokter akan memasukan udara ke perut anak melalui anusnya.
Namun tidak jika usus anak sudah mengalami luka atau kerusakan lainnya. Jalan yang bisa ditempuh jika usus anak sudah luka adalah jalan pembedahan.














DAFTAR PUSTAKA
Lippincott Williams &wilkins, 2011. Memahami berbagai mavam penyakit, Indeks : Jakarta
Bresler, Michael John & George L. Sterbach. 2006. Kedokteran Darurat, edisi 6. EGC:Jakarta
Brought, Helen.dkk. 2008. Rujukan Cepat Pediatrik dan Kesehatan Anak. EGC: Jakarta
Donnal, Wong. 2004. Keperawatan Pediatrik. EGC: jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar