Minggu, 29 Desember 2013

MAKALAH KEPERAWATAN DEWASA II “ MYASTHENIA GRAVIS “




MAKALAH
KEPERAWATAN DEWASA II
MYASTHENIA GRAVIS

Pembimbing    : Harmilah
Disusun oleh   :

1.      Isnaini Fitra Utami
    7.  M Fathir Sidiq
2.      Kurnia Sari
    8.  Mei Sapita Triandini
3.      Lailatul Hasanah
    9.  Nanda Septiana
4.      Laili Najla
   10.  Nida Hidayati
5.      Lia Fitari

6.      Lita Suwarni


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
SEMESTER GENAP TA 2012/2013





 


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Miastenia gravis merupakan penyakit kelemahan otot yang parah. Penyakit ini merupakan penyakit neuromuscular yang merupakan gabungan antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnyapemulihan. Pada masa lampau kematian akibat dari penyakit ini bisa mencapai 90%, tetapi setelah ditemukannya obat-obatan dan tersedianya unit-unit perawatan pernafasan, maka sejak itulah jumlah kematian akibat penyakit ini bisa dikurangi. Sindrom klinis ini ditemukan pertama kali pada tahun 1600, danpada akhir tahun 1800 Miastenia gravis dibedakan dari kelemahan ototakibat paralisis burbar. Pada tahun 1920 seorang dokter yang menderitapenyakit Miastenia gravis merasa lebih baik setelah minum obat efidrinyang sebenarnya obat ini ditujukan untuk mengatasi kram menstruasi. Dan pada tahun 1934 seorang dokter dari Inggris bernama Mary Walker melihatadanya gejala-gejala yang serupa antara Miastenia gravis dengan keracunan kurare. Mary Walker menggunakan antagonis kurare yaitu fisiotigmin untuk mengobati Miastenia gravis dan ternyata ada kemajuan nyata dalam penyembuhan penyakit ini. Miastenia gravis banyak timbul pada usia 20 tahun, perbandingan antara wanita dan pria yang menderita penyakit ini adalah 3:1. Tingkat manusia yang kedua yang paling sering terserang penyakit ini adalah pria dewasa yang lebih tua. Kematian dari penyakit Miastenia gravis biasanya disebabkan oleh insufisiensi pernafasan, tetapi dapat dilakukannya perbaikan dalam perawatan intensif untuk pertahanan sehingga komplikasi yang timbul dapat ditangani dengan lebih baik. Penyembuhan dapat terjadi pada 10 % hingga20 % pasien dengan melakukan timektomi elektif pada pasien-pasien tertentu dan yang paling cocok dengan jalan penyembuhan seperti ini.






BAB II
PEMBAHASAAN
A.    DEFINISI
Myasthenia Gravis (MG) adalah penyakit autoimun kronis dari transmisi neuromuskular yang menghasilkan kelemahan otot.  Istilah  Myasthenia adalah bahasa Latin untuk kelemahan otot, dan Gravis untuk berat atau serius.
Myasthenia Gravis termasuk salah satu jenis penyakit autoimun. Menurut kamus kedokteran, penyakit autoimun itu sendiri adalah suatu jenis penyakit dimana antibodi menyerang jaringan-jaringannya sendiri. Myasthenia Gravis dapat menyerang otot apa saja, tapi yang paling umum terserang adalah otot yang mengontrol gerakan mata, kelopak mata, mengunyah, menelan, batuk dan ekspresi wajah. Bahu, pinggul, leher, otot yg mengontrol gerakan badan serta otot yang membantu pernafasan juga dapat terserang.
Health Community dalam sebuah website-nya mendefinisikan Myasthenia Gravis sebagai penyakit autoimun  kronis yang berakibat pada kelemahan otot skelet. Otot-otot skelet adalah serabut-serabut otot yang terdiri dari berkas-berkas atau striasi (striasi otot) yang berhubungan dengan tulang. Myasthenia Gravis menyebabkan kelelahan yang cepat (fatigabilitas) dan kehilangan kekuatan pada saat beraktivitas, dan membaik setelah istirahat.
Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi trasmisi neuromuskuler pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunteer). Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf  cranial (Brunner and Suddarth 2002).
Myasthenia gravis adalah gangguan neuromuskuler yang mempengaruhi transmisi impuls pada otot-otot volunter tubuh (Sandra M. Neffina 2002).


B.     ETIOLOGI
Myasthenia Gravis disebabkan oleh adanya antibodi yang merintangi, merubah bahkan merusak penerimaan zat asetilkolin, sehingga hal ini menghalangi terjadinya kerja otot. Antibodi ini dihasilkan oleh sistem imun tubuh sendiri. Itulah sebabnya Myasthenia Gravis dimasukkan dalam golongan penyakit autoimun.
Myasthenia Gravis Foundation of America menjelaskan penyebab dari penyakit ini sebagai berikut :
Otot-otot dari seluruh tubuh dikontrol oleh impul syaraf yang timbul dalam otak. Impul-impul syaraf ini berjalan turun melewati syaraf-syaraf menuju tempat dimana syaraf-syaraf  bertemu dengan serabut otot. Serabut syaraf tidak benar-benar berhubungan dengan serabut otot.  Ada tempat atau  jarak antara keduanya, tempat ini disebut persimpangan neuromuskular.
Ketika impul syaraf yang berasal dari otak sampai pada syaraf bagian akhir, syaraf bagian akhir ini mengeluarkan bahan kimia yang disebut asetilkolin. Asetilkolin berjalan menyeberangi jarak yang ada diantara serabut syaraf dan serabut otot (persimpangan neuromukcular) menuju serabut otot dimana banyak diikat oleh reseptor  asetilkolin. Otot menutup atau mengkerut ketika reseptor telah digiatkan oleh asetilkolin. Pada Myasthenia Gravis, ada sebanyak 80 % penurunan pada angka reseptor asetilkolin. Penurunan ini disebabkan oleh antibodi yang menghancurkan dan merintangi reseptor asetilkolin.
Antibodi adalah protein yang memainkan peranan penting dalam sistem imun. Biasanya antibodi secara langsung menolak protein-protein asing yang disebut antigen yang menyerang tubuh. Protein-protein ini termasuk juga bakteri dan virus. Antibodi menolong tubuh untuk melindungi dirinya dari protein-protein asing ini. Untuk alasan yang tidak dimengerti, sistem imun pada orang dengan Myasthenia Gravis membuat antibodi melawan reseptor pada persimpangan neuromuscular. Antibodi tidak normal dapat ditemukan dalam darah pada banyak orang-orang dengan Myasthenia Gravis. Antibodi menghancurkan reseptor dengan lebih cepat dibanding tubuh bisa menggantikan mereka lagi. Kelemahan otot terjadi ketika asetilkolin tidak dapat menggerakkan reseptor pada persimpangan neuromuskular.
Selain penjelasan mengenai penyebab Myasthenia Gravis, terdapat juga penjelasan mengenai kemungkinan adanya peranan kelenjar thymus dalam penyakit ini. Kelenjar thymus yang terletak di daerah dada atas di bawah tulang dada, memainkan peranan penting dalam mengembangkan system imun pada awal kehidupan. Sel-sel ini membentuk bagian dari system normal imun tubuh. Kelenjar ini sedikit besar pada saat bayi, tumbuh secara berangsur-angsur sampai masa pubertas, dan kemudian menjadi mengecil dan digantikan dengan pertumbuhan bersama usia.
Pada orang-orang dewasa dengan Myasthenia Gravis, kelenjar thymus tidak normal. Ini mengandung beberapa kelompok dari indikasi sel imun dari lymphoid hyperplasia. Kondisi ini umumnya hanya ditemukan pada limpa dan tunas getah bening pada saat reaksi aktif imun. Beberapa orang dengan Myasthenia Gravis menghasilkan thymoma atau tumor pada kelenjar thymus. Umumnya tumor ini jinak, tapi bisa menjadi berbahaya. Hubungan antara kelenjar thymus dan Myasthenia Gravis masih belum sepenuhnya dimengerti. Para ilmuwan percaya bahwa kelenjar thymus mungkin memberikan instruksi yang salah mengenai produksi antibodi reseptor asetilkolin sehingga malah menyerang transmisi neuromuskular.

C.    PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY
Saraf  besar bermielin yang berasal dari sel kornu anterior medulla spinalis dan batang otak mempersarafi otot rangka atau otot lurik. Saraf-saraf ini mengirimkan aksonnya dalam bentuk saraf-saraf spinal dan kranial menuju ke perifer. Masing-masing saraf bercabang banyak sekali dan mampu merangsang sekitar 2000 serabut otot rangka. Gabungan antara saraf motorik dan serabut-serabut otot yang dipersarafi dinamakan unit mototrik.Meskipun setiap neuron mototrik mempersarafi banyak serabut otot, tetapisetiap serabut otot dipersarafi oleh hanya satu neuron motorik.
Daerah khusus yang merupakan tempat pertemuan antara saraf motorik dan serabut otot disebut sinaps neuromuskular atau hubungan neuromuscular. Hubungan neuromuskular merupakan suatu sinaps kimia antara saraf dan otot yang terdiri dari tiga komponen dasar: unsur presinaps, elemen postsinaps, dan celah sinaps yang mempunyai lebar sekitar 200Å. Unsur presinaps terdiri dari akson terminal dengan vesikel sinaps yang berisi asetilkolin yang merupakan neurotransmitter. Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam akson terminal (bouton). Membran plasma aksonterminal disebut membran presinaps. Unsur postsinaps terdiri dari membran postsinaps atau lempeng akhir motorik serabut otot. Membran postsinaps dibentuk oleh invaginasi selaput otot atau sarkolema yang dinamakan aluratau palung sinaps dimana akson terminal menonjol masuk ke dalamnya.Bagian ini mempunyai banyak lipatan (celah-celah subneural) yang sangat menambah luas permukaan. Membran postsinaps memiliki reseptor-reseptor asetilkolin dan mampu menghasilkan potensial lempeng akhir yang selanjutnya dapat mencetuskan potensial aksi otot. Pada membran postsinaps juga terdapat suatu enzim yang dapat menghancurkan asetilkolin yaitu asetilkolinesterase. Celah sinaps adalah ruang yang terdapat antara membran presinaps dan postsinaps. Ruang tersebut terisi semacam zatgelatin, dan melalui gelatin ini cairan ekstrasel dapat berdifusi.
Bila impuls saraf mencapai hubungan neuromukular, maka membranakson terminal presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan dalam celah sinaps. Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung dengan reseptor asetilkolin pada membran postsinaps. Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap natrium maupun kalium pada membran postsinaps. Influks ion natrium dan pengeluaran ion kalium secara tiba-tiba menyababkan depolarisasi lempengakhir dikenal sebagai potensial lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang akan terbentuk potensial aksi dalam membrane otot yang tidak berhubungan dengan saraf, yang akan disalurkan sepanjang sarkolema. Potensial ini memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksiserabut otot. Sesudah transmisi melewati hubungan neuromuskular terjadi,asetilkolin akan dihancurkan oleh enzim asetilkolinesterase. Pada orangnormal jumlah asetilkolin yang dilepaskan sudah lebih dari cukup untuk menghasilkan potensial aksi. Pada Miastenia gravis, konduksi neuromuskular terganggu. Jumlah reseptor asetilkolin berkurang yang mungkin dikarenakan cedera autoimun.
Pada klien dengan Miastenia gravis, secara makroskopis otot-ototnya tampak normal. Jika ada atrofi, maka itu disebabkan karena otot tidak digunakan. Secara mikroskopis beberapa kasus dapat ditemukan infiltrasi limfosit dalam otot dan organ-organ lain, tetapi pada otot rangka tidak dapat ditemukan kelainan yang konsisten.











Gambaran patofisiologi Miastenia gravis dapat dilihat dari skema yang adadibawah ini :








Rounded Rectangle: kematiaan
 






























D.    MANIFESTASI KLINIS
Myasthenia Gravis adalah penyakit kelemahan pada otot, maka gejala-gejala yang timbul juga dapat dilihat dari terjadinya kelemahan pada beberapa otot. Otot-otot yang paling sering diserang adalah otot yang mengontrol gerak mata, kelopak mata, bicara, menelan mengunyah, dan bahkan pada taraf yang lebih gawat sampai menyerang pada otot pernafasan. Dengan ikut terserangnya otot-otot yang mengontrol pernafasan, maka hal ini menyebabkan penderita mengalami beberapa gangguan dalam pernafasan, mulai dari nafas yang pendek, kesulitan untuk menarik nafas yang dalam sampai dengan gagal nafas sehingga memerlukan bantuan ventilator.
Pada 90 % penderita, gejala awal berupa gangguan pada otot-otot ocular yang menimbulkan ptosis (menurunnya kelopak mata) dan diplopia (penglihatan ganda). Diagnosis dapat ditegakkan dengan memperhatikan otot-otot levator palpebrae kelopak mata. Bila penyakit hanya terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalanan penyakitnya sangat ringan dan tidak akan menyebabkan kematian.
Myasthenia Gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring dan faring. Keadaan ini dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan (otot-otot palatum), menimbulkan suara yang abnormal atau suara nasal (sengau) serta gangguan bicara (dysarthria), dan pasien tidak mampu menutup mulut, yang dinamakan sebagai tanda rahang menggantung.
Terserangnya otot-otot pernafasan terlihat dari adanya batuk yang lemah, dan akhirnya dapat berupa serangan dispnea (ketidak nyamanan dalam bernafas) dan pasien tidak lagi mampu untuk membersihkan lendir dari trakhea dan cabang-cabangnya. Pada kasus lanjut, gelang bahu dan panggul dapat terserang pula, dapat pula terjadi kelemahan pada semua otot-otot rangka.
Kelemahan otot pada Myasthenia Gravis meningkat pada saat aktivitas yang terus menerus dan membaik setelah periode istirahat. Pasien akan mengalami penurunan tenaga sepanjang hari, dengan kecenderungan kelelahan dalam satu hari, atau menjelang berakhirnya aktivitas. Jika dibiarkan, keluhan umum yang dialami oleh pasien biasanya berkembang menjadi kesulitan pengunyahan selama makan. Gejala dari berbagai kelemahan tersebut cenderung menjadi lebih buruk dengan adanya berbagai macam stress, kepanasan, infeksi serta pada penderita dengan akhir masa kehamilan.
Perjalanan klinis dari Myasthenia Gravis sangat bervariasi antara pasien satu dengan yang lainnya. Dari sekian banyak pasien Myasthenia Gravis, 14 % hanya dengan gejala-gejala mata saja yang mengarah pada ocular MG. Kehebatan maksimum dari Myasthenia Gravis dicapai dalam waktu 1 tahun pada 55 % dari kasus, dan dalam 5 tahun pada 85 % dari kasus. Aspek yang paling berbahaya dari Myasthenia Gravis disebut Myasthenia Krisis, yang memungkinkan diperlukannya ventilator pada beberapa kasus.

E.     KOMPLIKASI
Myasthenia Gravis dapat menyebabkan komplikasi sebagai berikutnya:
1.      Dapat menyebabkan perkembangan Kanker Timus
2.      Mungkin memiliki resiko yang lebih tinggi untuk Gagal Nafas
3.      Mungkin memiliki resiko yang lebih tinggi untuk Pneumonia

F.     PENCEGAHAN
Pencegahannya yaitu dengan beberapa cara
1.      Pencegahan primer
Menjaga kondisi untuk tidak kelelahan dalam melakukan pekerjaan dan menjaga kondisi untuk tidak stres. Karena kebanyakan pasien-pasien Miastenia gravis ini terjadi pada saat mereka dalam kondisiyang lelah dan tegang.
2.      Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini ditujukan pada individu yang sudah mulai sakitdan menunjukkan adanya tanda dan gejala. Pada tahap ini yang dapat dilakukan adalah dengan cara pengobatan antara lain dengan mempengaruhi proses imunologik pada tubuh individu, yang bisa dilaksanakan dengan; Timektomi, Kortikosteroid, Imunosupresif yang biasanya menggunakan Azathioprine.
3.      Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier (rehabilitasi), pada bentuk pencegahan ini mengusahakan agar penyakit yang di derita tidak menjadi hambatan bagi individu serta tidak terjadi komplikasi pada individu. Yang dapat dilakukan dengan;
a.          Mencegah untuk tidak terjadinya penyakit infeksi pada pernafasan. Karena hal ini dapat memperburuk kelemahan otot yang dideritaoleh individu.
b.         Istirahat yang cukup
c.          Pada Miastenia gravis dengan ptosis, yaitu dapat diberikan kacamata khusus yang dilengkapi dengan pengait kelopak mata.
d.        Mengontrol pasien Miastenia gravis untuk tidak minum obat-obat antikolinesterase secara berlebihan.

G.    PENATALAKSANAAN
Pada pasien dengan Miastenia gravis harus belajar dalam batasan yang ditetapkan oleh penyakit yang mereka derita ini. Mereka memerlukan tidur selam 10 jam agar dapat bangun dalam keadaan segar, dan perlu menyelingi kerja dengan istirahat. Selain itu mereka juga harus menghindari factor-faktor pencetus dan harus minum obat tepat pada waktunya. (SilviaA. Price, Lorain M. Wilson. 1995.)Walaupun belum ada penelitian tentang strategi pengobatan yang pasti, tetapi Miastenia gravis merupakan kelainan neurologik yang palingdapat diobati. Antikolinesterase (asetilkolinesterase inhibitor) dan terapi imunomudulasi merupakan penatalaksanaan utama pada miastenia gravis. Antikolinesterase biasanya digunakan pada miastenia gravis yang ringan. Sedangkan pada pasien dengn miastenia gravis generalisata, perlu dilakukan terapi imunomudulasi yang rutin. Terapi imunosupresif dan imunomodulasi yang dikombinasikan dengan pemberian antibiotik dan penunjang ventilasi, mampu menghambat terjadinya mortalitas dan menurunkan morbiditas pada penderita miasteniagravis. Pengobatan ini dapat digolongkan menjadi terapi yang dapat memulihkan kekuatan otot secara cepat dan terbukti memiliki onset lebihlambat tetapi memiliki efek yang lebih lama sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan. (Endang Thamrin dan P. Nara, 1986)Secara garis besar, pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3 prinsip, yaitu:
1. Mempengaruhi transmisi neuromuskuler:
a. Istirahat
Dengan istirahat, banyaknya ACh dengan rangsangan saraf akanbertambah sehingga serat-serat otot yang kekurangan AChR di bawah ambang rangsang dapat berkontraksi.
b. Memblokir pemecahan Ach
Dengan antikolinesterase, sepertiprostigmin, piridostigmin,edroponium atau ambenonium  diberikan sesuai toleransi penderita, biasanya dimulai dosis kecil sampai dicapai dosis optimal. Pada bayidapat dimulai dengan dosis 10 mg piridostigmin per os dan pada anakbesar 30 mg , kelebihan dosis dapat menyebabkan krisis kolinergik.
2. Mempengaruhi proses imunologik
a. Timektomi
Tujuan neurologi utama dari Thymectomi ini adalah tercapainyaperbaikan signifikan dari kelemahan pasien, mengurangi dosis obatyang harus dikonsumsi pasien, serta idealnya adalah kesembuhanyang permanen dari pasien. Timektomi dianjurkan pada MG tanpatimoma yang telah berlangsung 3-5 tahun. Dengan timektomi,setelah 3 tahun ± 25% penderita akan mengalami remisi klinik dan40-50% mengalami perbaikan.
b. Kortikosteroid
Diberikan prednison dosis tunggal atau alternating untuk mencegahefek samping.  Dimulai dengan dosis kecil, dinaikkan perlahan-lahansampai dicapai dosis yang diinginkan. Kerja kortikosteroid untukmencegah kerusakan jaringan oleh pengaruh imunologik ataubekerja langsung pada transmisi neromuskuler.
c. Imunosupresif 
Yaitu dengan menggunakan Azathioprine, Cyclosporine,Cyclophosphamide (CPM). Namun biasanya digunakan azathioprin(imuran) dengan dosis 2½ mg/kg BB. Azathioprine merupakan obatyang secara relatif dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh dansecara umum memiliki efek samping yang lebih sedikitdibandingkan dengan obat imunosupresif lainnya. Perbaikan lambatsesudah 3-12bulan. Kombinasi azathioprine dan kortikosteroid lebihefektif yang dianjurkan terutama pada kasus-kasus berat.
e.       Plasma exchange
Berguna untuk mengurangi kadar anti-AChR; bila kadar dapatditurunkan sampai 50% akan terjadi perbaikan klinik.

3.Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot
Tujuannya agar penderita dapat menyesuaikan kelemahan otot dengan:
a. Memberikan penjelasan mengenai penyakitnya untuk mencegah
 
b. Alat bantuan non medikamentosa
Pada Miastenia gravis dengan ptosis diberikan kaca mata khususyang dilengkapi dengan pengkait kelopak mata. Bila otot-otot leheryang kena, diberikan penegak leher. Juga dianjurkan untukmenghindari panas matahari, mandi sauna, makanan yangmerangsang, menekan emosi dan jangan minum obat-obatan yangmengganggu transmisi neuromuskuler seperti B-blocker, derivatkinine, phenintoin, benzodiazepin, antibiotika sepertiaminoglikosida, tetrasiklin dan d-penisilamin.
H.    PROGNOSIS
Pada anak, prognosis sangat bervariasi tetapi relatif lebih baik dari pada orang dewasa. Dalam perjalanan penyakit, semua otot serat lintang dapat diserang, terutama otot-otot tubuh bagian atas, 10% Miastenia gravistetap terbatas pada otot-otot mata, 20% mengalami insufisiensi pernapasan yang dapat fatal, 10%,cepat atau lambat akan mengalami atrofi otot. Progresi penyakit lambat, mencapai puncak sesudah 3-5 tahun, kemudian berangsur-angsur baik dalam 15-20 tahun dan ± 20% antaranya mengalami remisi. Remisi spontan pada awal penyakit terjadi pada 10% Miasteniagravis. (Endang Thamrin dan P. Nara, 1986)
F.  KLASIFIKASI
Kelompok I Myasthenia Okular
Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tidak ada kasus kematian.
Kelompok II Myasthenia Umum
1.      Myasthenia umum ringan
progress lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot rangka dan bulbar. Sistem pernafasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat baik. Angka kematian rendah.
2.      Myasthenia umum sedang
progress bertahap dan sering disertai gejala-gejala ocular, lalu berlanjut semakin berat dengan terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar. Disartria (gangguan bicara), disfagia (kesulitan menelan) dan sukar mengunyah lebih nyata dibandingkan dengan Myasthenia umum ringan. Otot-otot pernafasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat kurang memuaskan dan aktivitas pasien terbatas, tetapi angka kematian rendah.
3.      Myasthenia umum berat
Fulminan akut : progress yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan bulbar yang berat disertai mulai terserangnya otot-otot pernafasan. Biasanya penyakit berkembang maksimal dalam waktu 6 bulan. Dalam kelompok ini, persentase thymoma paling tinngi. Respon terhadap obat buruk. Insiden krisis Myasthenik, kolinergik, maupun krisis gabungan keduanya tinggi. Tingkat kematian tinggi.
Lanjut : Myasthenia Gravis berat timbul paling sedikit 2 tahun sesudah progress gejala-gejala kelompok I atau II. Myasthenia Gravis dapat berkembang secara perlahan-lahan atau secara tiba-tiba. Persentase thymoma menduduki urutan kedua. Respon terhadap obat dan prognosis buruk.
Myasthenia Gravis bisa juga diklasifikasikan dengan lebih singkat dan sederhana menjadi :
Golongan I = Gejala-gejalanya hanya terdapatpada otot-otot ocular
Golongan IIA = Myasthenia Gravis umum ringan
Golongan II B = Myasthenia Gravis umum berat
Golongan III = Myasthenia Gravis akut yang berat, yang juga mengenai otot-otot pernafasan
Golongan IV = Myasthenia Gravis kronik yang berat







BAB III
ASKEP

Implikasi Patofisiologi Miastenia gravis Dalam Bidang Keperawatan
Seperti telah disebutkan sebelumnya, Miastenia gravis didugamerupakan gangguan autoimun yang merusak fungsi reseptor asetilkolindan mengurangi efisiensi hubungan neuromuskular. Berikut dibawah iniadalah asuhan keperawatan mengenai Miastenia gravis:
A. Pengkajian, meliputi:
a.         B1 (Breating)
Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan ataupenurunan batuk efektif, produksi sputum, sesak nafas, penggunaanotot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan seringdidapatkan pada klien yang disertai adanya kelemahan otot-ototpernafasan. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronchi ataustridor pada klien menandakan adanya akumulasi sekret pada jalannafas dan penurunan kemampuan otot-otot pernapasan.
b. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukanuntuk memantau perkembangan status kardiovaskular, terutamadenyut nadi dan tekanan darah yang secara progresif akan berubahsesuai dengan kondisi tidak membaiknya status pernafasan.
c. B3 (Brain)
Kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi ocular, jatuhnya kelopak mata atau dislopia intermien, bicara klienmungkin disatrik.
d. B4 (Bladder)
Pengkajian terutama ditujukan pada sistem perkemihan.Biasanya terjadi kondisi dimana fungsi kandung kemih menurun,retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih.
e. B5 (Bowel)
Ditunjukkan dengan kesulitan menelan-mengunyah, disfagia,kelemahan otot diafragma dan peristaltic usus turun.
f. B6 (Bone)
Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui adanya gangguanaktifitas atau mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebihan.

B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan meliputi halberikut :
1.      Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan.
2.      Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan.
3.      Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia, gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral.
4.      Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidak mampuan komunikasi verbal.

C. NCP
Diagnosa Keperawatan
Tujuan

Intervensi
Rasional

1
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama  3x24 jam diharapkan klien kembali efektif 
Kriteria Hasil: Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalambatas normal, bunyi nafas terdengar jelas, respiratorterpasang dengan optimal

1.      Kaji  kemampuan ventilasi
2.      Kaji kualitas, frekuensi, dan  kedalaman pernapasan, laporkan setiap  perubahan  yang terjadi.
3.      Baringkan klien dalamposisi yang nyamandalam posisi duduk
4.      Observasi  tanda-tanda vital  (nadi, RR).
5.      Observasi tanda-tandavital (nadi,RR).
1.      Untuk klien dengan penurunan kapasitas ventilasi, perawat mengkaji frekuensi pernapasan, kedalaman, dna  bunyi nafas, pantau hasil tes fungsi paru-paru (volume tidal, kapasitas vital, kekuatan inspirasi), dengan interval yang sering dalam mendeteksi masalah pau-paru, sebelum perubahan kadar gas darah arteri dan sebelum tampak gejala klinik.
2.      tidal, kapasitas vital, kekuatan inspirasi),dengan interval yang sering dalammendeteksi masalah pau-paru, sebelumperubahan kadar gas darah arteri dansebelum tampak gejala klinik.
3.      Dengan mengkaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernapasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi klien.
4.      Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal
5.      Peningkatan RR dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
2
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam Infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk menghilangkan edema inflamasi dan memungkinkan penyembuhan aksi siliaris normal. Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan dampak  pada individu  yang memiliki paru-paru normal, dapat berbahaya bagi klien dengan PPOM. Dengan
Kriteria Hasil: Frekuensi nafas 16-20 x/menit, frekuensi nadi 70-90x/menit, dan kemampuan batuk efektif dapat optimal,tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh.

1.      Kaji kemampuan kliendalam melakukanaktivitas.
2.      Atur cara beraktivitasklien sesuai kemampuan.Sasaran klien adalah memperbaiki kekuatandan daya tahan.
3.      Evaluasi kemampuanaktivitas motorik
1.      Menjadi data dasar dalam melakukan intervensi selanjutnya.
2.      Menjadi  partisipan dalam pengobatan, klien harus belajar tentang fakta-faakta dasar mengenai agen-agen antikolinesterase-kerja, waktu, penyesuaian dosis, gejala-gejala kelebihan dosis, danefek toksik. Dan yang penting pada pengguaan medikasi dengan tepat waktu adalah ketegasan
3.      Menilai singkat keberhasilan dari terapi yang boleh diberikan.

3
Klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat dengan Kriteria Hasil: Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat dipenuhi, klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat

1.      Kaji komunikasi verbalklien.
2.      Lakukan metodekomunikasi yang idealsesuai dengan kondisiklien.
3.      Beri peringatan bahwaklien di ruang inimengalami gangguanberbicara, sediakan belkhusus bila perlu.
4.       Antisipasi dan bantukebutuhan klien.
5.      Ucapkan langsung kepada klien dengan berbicara pelan dan tenang, gunakan pertanyaan dengan  jawaban ”ya” atau”tidak” dan perhatikan respon klien
6.      Kolaborasi: konsultasi keahli terapi bicara.
1.      Kelemahan otot-otot bicara klien krisismiastenia gravis dapat berakibat padakomunikasi
2.       Teknik untuk meningkatkan komunikasimeliputi mendengarkan klien, mengulangiapa yang mereka coba komunikasikandengan jelas dan membuktikan yang diinformasikan, berbicara dengan klienterhadap kedipan mata mereka dan ataugoyangkan jari-jari tangan atau kaki untukmenjawab ya/tidak. Setelah periode krisisklien selalu mampu mengenal kebutuhanmereka.
3.      Untuk kenyamanan yang berhubungan dengan ketidak mampuan komunikasi.
4.      Membantu menurunkan frustasi oleh karena ketergantungan atau ketidakmampuanberkomunikasi
5.      Mengurangi kebingungan atau kecemasan terhadap banyaknya informasi. Memajukan stimulasi komunikasi ingatan dan kata-kata.
6.      Mengkaji kemampuan verbal individual, sensorik, dan motorik, serta fungsi kognitif untuk mengidentifikasi defisit dankebutuhan terapi.



4
Setelah dilakukan asuhanperawatan selama 3x24 jam diharapkan Citra diri klien meningkat dengan  Kriteria Hasil: Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan denganorang terdekat tentang situasi dan perubahan yangsedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diriterhadap situasi, mengakui dan menggabungkanperubahan ke dalam kosep diri dengan cara yangakurat tanpa harga diri yang negatif

1.      Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidak mampuan.
2.      Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada klien.
3.      Bantu dan anjur kanperawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan.
4.      Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan hal untukdirinya sebanyak-banyaknya.
5.      Kolaborasi: rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila adaindikasi.
1.      Menentukan bantuan individual dalammenyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi.
2.      Beberapa klien dapat menerima dan mengatur beberapa fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri, sedangkan yang lain mempunyai kesulitan membandingkan mengenal dan mengatur kekurangan.
3.      Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan mengontrol lebih dari satu area kehidupan.
4.      Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta mempengaruhi proses rehabilitasi.
5.      Dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan.


D. Implementasi Keperawatan
Tahap ini merupakan pengelolaan, perwujudan, serta bentuktindakan nyata dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahapintervensi.
E. Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi merupakan suatu penilaian terhadap proseskeperawatan yang telah dilakukan. Dengan kata lain, evaluasi merupakan suatu bentuk perbandingan antara hasil-hasil yang diperoleh dengan kriteria hasil yang telah dibuat sebelumnya pada tahap intervensi. Berikut adalah evaluasi dari diagnosa proses keperawatan diatas:
1.      Keefektifan fungsi pernapasan.
2.      Batuk secara optimal bisa dilakukan.
3.      Fungsi komunikasi sudah adekuat ditunjukkan dengan penggunaan baik dengan bahasa isyarat maupun verbal secaraoptimal.
F. Peranan Keperawatan
Dalam proses pencegahan ataupun penyembuhan Miastenia gravis sangat penting dilakukan oleh perawat. Adapun peran perawat pada individudengan Miastenia gravis antara lain:
1.      Care giver (pemberi perawatan)
Dimana perawat memberikan perawatan secara langsung pada klien Miastenia gravis dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhandasar klien seperti pada saat pasien menunjukkan gejala sesak nafas,maka perawat harus meninggikan bagian kepala tempat tidur 30-40derajat, karena dengan posisi ini akan memudakan upaya untukbernafas.
2.      Pendidik Perawat
harus mengajarkan atau memberi pendidikan baik padaklien ataupun pada keluarga mengenai penatalaksaan jangka panjang dalam penanganan pemyakit Miastenia gravis ini. Sehinggadiharapkan klien dan keluarga dapat memahami dengan baik tentangproses penyakit kronis yang memungkinkan dapat mengenali gejalayang bisa menimbulkan komplikasi yang lebih lanjut.
3.      Pengawas kesehatan
Perawat perlu mengawasi klien dengan cara melakukankunjungan rumah (home visit) secara periodik yang bertujuan untukmengetahui sebagaimana jauh perkembangan setelah menjalanipengobatan dan perawatan.
4.Konsultan Perawat
sebagai narasumber baik pada klien maupun keluarga dalam mengatasi masalah yang timbul, seperti bila tidak mengetahui atau lupa dalam memberikan obat-obatan baik kapan maupun jumlahdosis, maka perawat perlu memberikan nasehat kepada mereka.Waktu yang tepat dalam pemberian obat sesuai dosis yang akurat berkaitan dengan peningkatan kebutuhan energy. Dengan memberikanobat sebelum makan akan memberikan kekuatan otot untukmengunyah makanan.
5.Kolaborasi Perawat
harus mampu berkolaborasi atau bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain yang sesuai dengan penanganan pada masalah klien. Dengan adanya kerjasama ini, maka pemberian asuhan keperawatan bisa sesuai dengan pengobatan yang seharusnya diberikan.



















BAB VI
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari Synaptictransmission atau pada neuromuscular junction. Gangguan tersebut akan mempengaruhi transmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunter).
Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio perbandingan wanita dan pria yang menderita miastenia gravis adalah 3 : 1.Pada wanita, penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 20 tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini sering terjadi pada usia 40tahun. Pada anak, prognosis sangat bervariasi tetapi relatif lebih baik daripada orang dewasa.
Secara garis besar, pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3prinsip, yaitu; (1) Mempengaruhi transmisi neuromuskuler, (2)Mempengaruhi proses imunologik, (3) Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot.
B.     Saran
Dengan adanya makalah ini, semoga dapat digunakan sebagai pedoman bagi pembaca baik tenaga kesehatan khususnya perawat dalampemberian asuhan keperawatan secara professional. Selain itu pembaca diharapkan dapat mengaplikasikan tindakan pencegahan dan penanggulangan untuk menghindari penyakit Miastenia gravis ini. Mungkindalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan penyusunan makalah ini.


 






DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 1995. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan: 
Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif . Edisi 2. Jakarta: PenerbitBuku Kedokteran EGC, hal: 293-297
Chandrasoma, Parakrama, Clive R.Taylor. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal: 869-871
Dewabenny. 2008. Miastenia Gravis. http://dewabenny.com/ 2008/ 07/12/ miastenia-gravis. (3 September 2009)
Endang Thamrin dan P. Nara. 1986. Cermin Dunia Kedokteran. No. 41, 1986.Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma, hal: 40-42
Mubarak, Husnul. 2008. Miastenia gravis. http://cetrione.blogspot.com/ 2008/06/miastenia-gravis.html. (3 September 2009)
Silvia A. Price, Lorain M. Wilson. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- proses Penyakit. Edisi 4. Buku 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,hal: 998 – 1003
Qittun. 2008. Asuhan keperawatan dengan Miastenia Gravis.
http://qittun.blogspot.com/2008/05/asuhan-keperawatan-dengan-miastenia.html.(3 September 2009)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar