Tugas
Makalah
Tutorial
Keperawatan Jiwa
Penyalahgunaan
NAPZA
Kelompok Tutorial 3
Disusun Oleh :
1. Isnaini
fitra utami ( 201110201101) 8. Mei
Sapita Tri A ( 201110201109)
2. Kurnia
Sari (201110201102)
9. Nanda Septiani A (201110201110)
3. Lailatul Hasanah
(201110201103) 10. Nida Hidayati
(201110201111)
4. Laili
Najla (201110201105) 11.
Nindi Sakina G (201110201112)
5. Lia Fitari
(2011102011106) 12.
Nita Komala Sari (201110201113)
6. Lita
Suarni(201110201107) 13.
Nofia putri Handayani (201110201114)
7. M.Fatir
siddik (201110201108)
Program Studi Ilmu Keperawatan 3B
Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobil’alamin,
penulis panjatkan kepada Dzat Yang Maha Sempurna Allah SWT, yang telah
menganugerahkan akal fikiran bagi manusia sehingga membedakannya dengan makhluk
lain. Dan hanya karena petunjuk-Mu penulis bisa menyelesaikan tugas menyusun
sebuah makalah tutor tentang “penyalahgunaan NAPZA”
Makalah
ini penulis susun guna memenuhi tugas semester III pada mata kuliah Keperawatan
Jiwa I
Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
kekurangannya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca guna menyempurnakan makalah
ini.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sehingga dapat menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan.
Yogyakarta, Januari
2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B.
Tujuan
BAB II SKENARIO 4
A. Pengertian NAPZA
B.
Jenis NAPZA
C.
penyebab
penggunaan NAPZA
D. faktor pendukung terjadinya gangguan NAPZA
E.
stresor
pencetus gangguan penggunaan zat adiktif
F.
penanggulangan
masalah NAPZA
G. ASKEP
1.
pengkajian
2.
status mental
3.
diagnosis
multiaksisal
4.
rentang respon
5.
diagnosa
keperawatan
BAB III PENUTUP
DAFTAR FUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
belakang
Narkoba
atau NAPZA adalah bahan / zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan /
psikologi seseorang ( pikiran, perasaan dan perilaku ) serta dapat menimbulkan
ketergantungan fisik dan psikologi. Yang termasuk dalam NAPZA adalah :
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
Setiap
tahunnya penggunaan narkoba (Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lainnya)
semakin meningkat, sementara fenomena narkoba itu sendiri seperti gunung es (ice
berg) yang artinya tampak di permukaan lebih kecil di bandingkan dengan
yang tidak tampak. Penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah, mengingat
hampir seluruh penduduk dunia dengan mudah mendapatkan narkoba dari oknum-oknum
yang tidak bertanggung jawab.
Masalah inipun
sangat berkembang dalam masyarakat terutama masyarakat Indonesia. Narkoba dan
zat adiktif lainnya sangat memiliki ketergantungan yang sangat besar pada
penggunanya.
Jumlah
pengguna narkoba suntikan di Indonesia cenderung meningkat. Sejak 3 tahun
terakhir mengalami peningkatan, dari 22,2% pada tahun 2001 mengalami
peningkatan menjadi 46,9% pada tahun 2002, dan meningkat kembali menjadi 61,8%
pada 2003. Indonesia ternyata telah merupakan salah satu negara di kawasan Asia
Selatan dan Asia Tenggara dengan jumlah pengguna narkoba suntikan yang cukup
tinggi melampaui batas.
2.
Tujuan
1. Mampu
mendefinisikan tentang penggunaan NAPZA.
2. Mampu
menganalisis ciri / gejala penyalahgunaan NAPZA.
3. Mampu
menganalisis faktor predisposisi dan presipitasi penggunaan NAPZA meliputi
Biologo, Psikologi, Sosio-kultural.
4. Mampu
mengidentifikasi mekanisme dan sumber koping, meliputi kemampuan personal, aset
material, dukungan sosial dan kenyakinan.
5. Mampu
melakukan pengkajian pada penyalahgunaan NAPZA.
6. Mampu
melakukan pemeriksaan status mental pasien penyalahgunaan NAPZA.
7. Mampu
menentukan tahap penanganan penyalahgunaan NAPZA.
8. Mampu
merumuskan diagnosa medis dan diagnosa keperawatan pasien penyalahgunaan NAPZA.
9. Mampu
merencanakan tindakan keperawatan dan terapi medis kolaborasi.
10. Mampu
mengidentifikasi penilaian terhadap stressor pada penyalahgunaan NAPZA,
meliputi kognitif, afektif, fisiologi.
BAB II
ISI
A.
Pengertian
penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA
Penyalahgunaan
NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang bersifat patologis, paling sedikit telah
berlangsung satu bulan lamanya sehingga menimbulkan gangguan dalam pekerjaan
dan fungsi social. Deteksi dini penyalahgunaan NAPZA bukanlah hal yang mudah,
tapi sangat penting artinya untuk mencegah berlanjutnya masalah tersebut.
Pengertian lain adalah pemakaian NAPZA yang bukan untuk tujuan pengobatan atau
yang digunakan tanpa mengikuti aturan atau pengawasan dokter. Digunakan secara
terus menerus atau berkali-kali. Seringkali menyebabkan ketagihan atau
ketergantungan baik secara fisik/jasmani maupun psikologis. Menimbulkan
gangguan pada tubuh, pikiran, perasaan, dan perilaku.
Ketergantungan
NAPZA adalah keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik dan psikis, sehingga
tubuh memerlukan jumlah NAPZA yang makin bertambah (toleransi), apabila
pemakaianya dikurangi atau diberhentikan akan timbul gejala putus zat (withdrawal symptom). Oleh karena itu
selalu berusaha untuk memperoleh NAPZA yang dibutuhkanya dengan cara apapun,
agar dapat melakukan kegiatanya sehari-hari secara normal.
B.
Jenis
NAPZA yang sering disalahgunakan
1)
Opioida
Opioida dihasilkan dari
getah opium poppy yang diolah menjadi morfin, kemudian dengan proses tertentu
menghasilkan putaw, dimana putau mempunyai kekuatan 10 kali melebihi morfin.
Opioid sintetik mempunyai kekuatan 400 kali lebih kuat dari morfin.
Opiate disahgunakan
dengan cara disuntik atau dihisap, dengan nama jalannya adalah putau, ptw,
black heroin, brown sugar. Opiate dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu :
·
Opiate alamiah : morfin, opium, codein
·
Piate semi sintetik : heroin/putau,
hidromorfin
·
Piate sintetik : meperidin, propoksipen,
metadon.
Masalah
kesehatan yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan opiate dapat berupa jangka
pendekatau jangaka panjang, seperti gagal nafas, koma, kematian, trauma dan
kecelakaan pada saat mencari zat, AIDS dan hepatitis, infeksi lokal dan
sistemik, serta komvulsi.
2)
Kokain
Kokain merupakan
alkaloid yang didapatkan dari tanaman belukar erythroxylon coca, yang berasal
dari amerika selatan, dimana daun dari tanaman belukar ini biasanya di
kunyah-kunyah oleh penduduk setempat untuk mendapatkan efek stimulan.
Kokain mempunyai dua
bentuk, yaitu kokain hidroklorid dan free base. Nama jalanan dari kokain adalah
koka, coke, happy dust, charliesnow/ salju, putih.
3)
Kanabis (ganja )
Kanabis mengandung
delta-9 tetra-hidrokana-binol(THC). Ganja yang dibentuk sebagai rokok merupakan
tanaman yang sudah dikeringkan dan di rajang, kemudian dilinting seperti
tembakau. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sindrom amotivasional, yaitu
sekumpulan gejala yang timbul karena penggunaan ganja dalam jangka waktu yang
lama dan dalam jumlah yang banyak sehingga mengakibatkan kemampuan bicara,
baca, hitung akan menurun, kemampuan dan keterampilan sosial terhambat,
menghindari persoalan bukan menghindarinya, dan kurang memikirkan masa depan.
4)
Amfetamin
Nama generik amfetamin
adalah D-pseudo efinefrin, yang digunakan sebagai dekongestan. Amfetamin
terdiri dari 2 jenis yaitu MDMA (methilene dioxi methamphetamine) / ekstasi dan
mentafetamin (sabu-sabu).
5)
Lysergic acid (LSD)
Biasa didapatkan
berbentuk seperti kertas berukuran kotak kecil, sebesar seperempat prangko
dalam banyak warna dan gambar, ada juga yang berbentuk pil dan kapsul.
6)
Sedatif hipnotik (benzodiazepine)
Sedatif (obat penenang)
hipnotik (obat tidur) yang disalahgunakanadalah benzodiazepam. Cara
penggunaannya dapat melalui oral, intravena, atau rektal.
7)
Solvent/inhalansia
Adalah zat yang
berbentuk gas dan dapat masuk kedalam tubuh melalui sistem pernapasan
(paru-paru).
8)
Alkohol
Diperoleh dari proses
permentasi madu, gula, sari buah, atau
umbi-umbian. Hasil permentasi ini dapat diperoleh alkohol dengan kadar
tidak lebih dari 15%, tetapi dengan proses penyulingan dapat dihasilkan alkohol
dengan kadar yang lebih tinggi, bahkan mencapai 100%.
C.
Penyebab
penyalahgunaan NAPZA
Penyebab penyalahgunaan
NAPZA sangat kompleks akibat interaksi antara factor yang terkait dengan
individu, factor lingkungan, dan factor tersedianya zat (NAPZA). Tidak terdapat
adanya penyebab tunggal (single cause). Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya penyalahgunaan NAPZA adalah sebagai berikut :
1.
Faktor Individu
Kebanyakan
penyalahgunaan NAPZA dimulai atau terdapat pada masa remaja, sebab remaja yang
sedang mengalami perubahan biologi, psikologi, maupun social yang pesat
merupakan individu yang rentan untuk menyalahgunaan NAPZA. Anak atau remaja
dengan cirri-ciri tertentu mempunyai resiko lebih besar untuk menjadi
penyalahgunaan NAPZA, cirri-ciri tersebut antara lain :
-
Cenderung memberontak dan menolak
otoritas
-
Cenderung memiliki gangguan jiwa lain
(komorbiditas) seperti depresi, cemas, psikotik, kepribadian disosial.
-
Perilaku menyimpang dari aturan atau
norma yang berlaku.
-
Rasa kurang percaya diri, rendah diri,
dan memiliki citra diri negative.
-
Sifat mudah kecewa, cenderung agresif
dan destruktif.
-
Mudah murung, pemalu, pendiam.
-
Keingintahuan yang besar untuk mengikuti
mode,karena dianggap sebgai lambing keperkasaan dan kehidupan modern
-
Keinginan untuk diterima dalm pergaulan
-
Identitas diri yang kabur, sehingga
merasa diri kurang jantan
-
Tidak siap mental untuk menghadapi
tekanan pergaulan sehingga sulit mengambil keputusan untuk menolak tawaran
NAPZA debgan tegas
-
Kemampuan komunikasi rendah
-
Melarikan diri sesuatu
(kebosanan,kegagalan,kekecewaan,ketidakmampuan,kesepian,dan
kegetiran hidup)
2.
Factor lingkungan
Factor lingkungan
meliputi factor keluarga dan lingkungan pergaulan baik disekitar
rumah,sekolah,teman sebaya maupun masyarakat.
Factor
keluarga,terutama factor orang tua yang ikut menjadi penyebab seorang anak atau
remaja menjadi penyalahgunaan NAPZA antara lain:
a. lingkungan keluarga
- komunikasi orang tua
kurang baik
- hubungan dalam
keluarga kurang harmonis
- orang tua
bercerai,berselingkuh atau kawin lagi
- orng tua terlalu
sibuk atau tidak acuh
- orang tua otoriter
atau serba melarang
- orang tua yang serba
membolehkan
- kurangnya orang tua
peduli dab tidak tahu dengan masalah NAPZA
- tata tertib atau
disiplin keluarga yng selalu berubah (kurang konsisten)
- kurangnya kehidupan
beragama atau menjalankan ibadah dalam keluarga
b. lingkungan sekolah
- sekolah yang kurang
disiplin
- sekolah yang terletak
dekat tempat hiburan dan penjual NAPZA
- sekolah yang kurang
member kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri secara kreatif dn positif
- adanya murid pengguna
NAPZA
c. lingkungan teman
sebaya
- berteman dengan
penyalahgunaan
- tekanan atau ancaman
teman kelompok atu pengedar
d. lingkungan
masyarakat atau social
- lemahnya penegakan
hukum
- situasi politik,
social dan ekonomi yang kurang mendukung
3.
Faktor napza
- mudanya NAPZA didapat
dimana-mana dengan harga terjngkau
- banyaknya iklan
minuman beralkohol dan rokok yang menarik untuk dicoba
- khasiat farakologik
NAPZA yang menenangkan, menghilangkan nyeri, menidurkan
D. Faktor
pendukung terjadinya gangguan penggunaan NAPZA
1.
Faktor Biologi
-
Genetik (tendensi keturunan)
-
Metabolik: Etil alkohol bila dimetabolisme lebih lama lebih efisiensi untuk
mengurangi individu menjadi
ketergantungan.
-
Infeksi pada organ otak: intelegensi menjadi rendah (retardasi mental,
misalnya ensefhalitis, meningitis)
-
Penyakit kronis: kanker, Asthma bronchiale, penyakit menahun
lainya.
3. Faktor
psikologis:
-
Tipe kepribadian (dependen, ansietas,
depresi, antisocial)
-
Harga diri yang rendah: depresi terutama
karena kondisi social ekonomi pada penyalahgunaan alkohol, sedative hipnotik
yang mencapai tingkat ketergantungan diikuti rasa bersalah.
-
Disfungsi keluarga: kondisi keluarga
yang tidak stabil, role model
(ketauladanan) yang negative, tidak terbina saling percaya antaranggota
keluarga, keluarga yang tidak mampu memberikan pendidikan yang sehat pada
anggota keluarga, orangtaua dengan gangguan penggunaan zat adiktif, perceraian.
-
Cara pemecahan masalah individu yang
menyimpang.
-
Individu yang mengalami krisis identitas
dan kecenderungan untuk mempraktikkan praktikan homoseksual, krisis identitas.
-
Rasa bermusuhan dengan keluarga atau
orangtua.
4. Faktor
sosiokultural
-
Masyarakat yang ambivalensi tentang
penggunaan zat seperti tembakau, nikotin, ganja, dan alkohol.
-
Norma kebudayaan pada suku bangsa
tertentu, menggunakan halusinogen atau alkohol untuk upacara adat dan
keagamaan.
-
Lingkungan tempat tinggal, sekolah,
teman sebaya banyak mengedarkan dan menggunakan zat adiktif.
-
Perfesi dan penerimaan masyarakat
terhadap penggunaan zat adiktif.
-
Remaja yang lari dari rumah.
-
Penyimpangan seksual pada usia dini.
-
Perilaku tindak criminal pada usia dini,
misalnya mencuri, merampok dalam komunitas.
-
Kehidupan beragama yang kurang.
E. Stressor
pencetus gangguan penggunaan zat adiktif
Stressor
dalam kehidupan merupakan kondisi pencetus terjadinya gangguan penggunaan zat
adiktif bagi seseorang atau remaja, menggunakan zat merupakan cara untuk
mengatasi stress yang dialami dalam kehidupanya.
Beberapa
stressor pencetus adalah :
1. Pernyataan
dan tuntutan untuk mandiri dan membutuhkan teman sebaya sebagai pengakuan.
2. Reksi
sebagai cara untuk mencari kesenangan, individu berupaya untuk menghindari rasa
sakit dan mencari kesenangan, rileks agar lebih meningmati hubungan
interpersonal.
3.
Kehilangan orang atau sesuatu yang
berarti seperti pacar, orangtua, saudara, drop
out dari sekolah atau pekerjaan.
4.
Diasingkan oleh lingkungan, rumah,
sekolah, kelompok teman sebaya, sehingga tidak mempunyai teman.
5.
Kompleksitas dan ketegangan dari
kehidupan modern.
6.
Tersedianya zat adiktif di
lingkungan dimana seseorang berada khususnya pada individu yang mengalami
pengalaman kecanduan zat adiktif.
7.
Pengaruh dan tekanan teman sebay
(diajak, dibujuk, diancam)
8.
Kemudahan mendapatkan zat adiktif
dan harganya terjangkau.
9.
Pengaruh film dan iklan tentang zat
adiktif seperti alkohol dan nikotin.
10. Pesan
dari masyarakat bahwa penggunaan zat adiktif dapat menyelesaikan masalah.
Penyakit
fisik akibat penggunaan zat adiktif
1. Cellulitis,
Phlebitis.
2. Septicemia,
bacterial endicarditis.
3. HIV
infeksi
4. Hepatitis
B atau C.
5. Erosi
dan iritasi pada hidung.
6. Chirosis
hepatis.
7. Bronchitis.
8. Gastritis.
9. Penyakit
kulit kelamin.
Masalah kesehatan dan
keperawatan secara umum yang timbul akibat penggunaan zat adiktif.
1. Depresi
system pernafasan.
2. Depresi
pusat pengatur kesadaran, precoma, coma, amuk, akibat intoksikasi.
3. Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit akibat delirium
tremens.
4. Kecemasan
yang berat sampai panic.
5. Potensial
mencederai diri, merusak diri dan lingkungan.
6. Perilaku
agresif.
7. Depresi
pusat pengatur komunikasi verbal. Gangguan kognitif, daya ingat, daya nilai,
proses pikiran (waham), gangguan konsentrasi.
8. Gangguan
pencernaan, nausea, vomitus.
9. Gangguan
system neurologis, kejang.
10. Gangguan
persepsi, halusinasi.
11. Gangguan
pola tidur dan istirahat,
12. Gangguan
system musculoskeletal: nyeri sendi, otot, dan tulang.
13. Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
14. Gangguan
ADL
15. Gangguan
konsep diri harga diri rendah akibat pemecahan masalah yang tidak efektif
F. Penanggulangan
Masalah NAPZA Penanggulangan masalah NAPZA dilakukan mulai dari pencegahan,
pengobatan sampai pemulihan (rehabilitasi)
1. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan, misalnya dengan:
a. Memberikan informasi dan pendidikan yang
efektif tentang NAPZA
b. Deteksi dini perubahan perilaku d. Menolak
tegas untuk mencoba (“Say no to drugs”) atau “Katakan Tidak pada narkoba”
2. Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi. Detoksifikasi
adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat, dengan dua
cara yaitu:
a. Detoksifikasi tanpa subsitusi Klien
ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat yang mengalami
gajala putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan gejala putus zat
tersebut.Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti
sendiri.
b. Detoksifikasi
dengan substitusi Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis
opiat misalnya kodein, ufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna
sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam.
Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis secara bertahap sampai
berhenti sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat juga diberikan obat
yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri,
rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat
putus zat tersebut.
3. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu
melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA
yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional
seoptimal mungkin.
Tujuannya
pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial, dan
spiritual.Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan
sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2001). Sesudah klien
penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani program terapi (detoksifikasi)
dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan program
pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka yang bersangkutan
dapat melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi (Hawari, 2003). Lama
rawat di unit rehabilitasi untuk setiap rumah sakit tidak sama karena
tergantung ada jumlah dan kemampuan sumber daya, fasilitas, dan sarana
penunjang kegiatan yang tersedia di rumah sakit. Menurut Hawari (2003), bahwa
setelah klien mengalami perawatan selama 1 minggu menjalani program terapi dan
dilanjutkan dengan pemantapan terapi selama 2 minggu maka klien tersebut akan
dirawat di unit rehabilitasi (rumah sakit, pusat rehabilitasi, dan unit
lainnya) selama 3-6 bulan. Sedangkan lama rawat di unit rehabilitasi
berdasarkan parameter sembuh menurut medis bisa beragam 6 bulan dan 1 tahun,
mungkin saja Berdasarkan pengertian dan lama rawat di atas, maka perawatan di
ruang rehabilitasi tidak terlepas dari perawatan sebelumnya yaitu di
ruangdetoksifikasi.
Kasus
Seorang
pasien laki-laki berusia 20 tahun, dilakukan keperawatan di ruang rehabilitasi
penyalahgunaan NAPZA. klien menggunakan NAPZA sejak SMP karena ikut-ikutan
temannya. keluarga pasien sangat keras dalam mendidik. pasien sudah 3 kali
keluar masuk menjalani rehabilitasi. pasien tidak mampu menolak untuk memakai
lagi ketika ditawari temannya apalgi jika pasien mempunyai masalah.
A. PENGKAJIAN
Nama :
Fathir
Umur :
20 Tahun
Jenis
Kelamin :
Laki-Laki
Alamat : Serangan,Ngampilan
Yogyakarta No 267
Pekerjaan : Pelajar
Gol
Darah : B
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
DS:
·
klien mengatakan menggunakan napza sejak SMP karena
ikut-ikutan teman-temannya
·
keluarga pasien sangat keras mendidik
·
pasien tidak mampu menolak untuk memakai
lagi ketika ditawari temannya apalagi ketika pasien mempunyai masalah
DO
·
laki-laki usia 20 tahun
·
dilakukan perawatan di ruang
rehabilitasi penyalah gunaan napza
·
pasien sudah 3x keluar masuk menjalani
rehabilitasi
B. STATUS
MENTAL
Penampilan : Rapi
Pembicaraannya : Inkoheren
Aktivitas
Motorik : Gelisah
Alam
Perasaan : Ketakutan, Putus Asa
Afek : Labil
Interaksi
Selama Wawancara : -
Persepsi : -
Isi
Fikir : -
Proses
Fikir : -
Tingkat
Kesadaran : -
Memori : Jangka Panjang
Tingkat
Konsentrasi Dan Berhitung : Tinggi
Kemampuan
Penilaian : Mampu Mengambil Keputusan
Mekanisme
Koping : Mal Adaptif(Penyalah Gunaan)
Insight/Daya
Tilik Diri : -
C. Dignosos
Multiaksial terdiri dari 5 aksis :
1) Aksis I : -Gangguan
klinis
-Kondisi
lain yang menjadi focus perhatian klinis
2) Aksis II : -
Gangguan keperibadian
- Retardasi
Mental
3) Aksis III : -
Kondisi Medik Umum
4) Aksis IV :
-Masalah Psikososial dan Lingkungan
5) Aksis V : -
Penilaian fungsi secara global
ž AKSIS I :
Sindrom
klinik
Kondisi
yg tdk tercantum sebagai gangguan jiwa, tetapi merupakan pusat perhatian atau
terapi, diberi kode diagnostik. Mis : depresi berat, kode F …
ž AKSIS II :
Ciri
kepribadian atau kepribadian pramorbid (yg melatar belakangi pasien sejak
sebelum terjadi gangguan yg sekarang). Ada gangguan perkembangan spesifik. Mis
: kepribadian depresif ( harus dibuktikan dengan benar ).
ž Diagnosis Aksis I & II :
- boleh ada 2 diagnosis, sesuai
keadaan
kondisi klinis
- urutan pertama, yg perlu mendapat
prioritas terapi
- dapat dituliskan gangguan
perkembangan spesifik
pd aksis II
- dapat dituliskan lebih dari satu
gangguan
kepribadian yg melatarbelakanginya
setelah
diperiksa dengan teliti.
ž Aksis III:
- Gangguan
atau kondisis fisik, yg menyertai atau yg
melatarbelakangi gangguan.
- Adalah gangguan atau kondisi fisik
yang ditemukan
sekarang, yg secara potensial bermakna
pd
kondisi saat terapi sekarang .Mis : ruda
paksa,
keracunan, kecelakaan dll.
Hubungan aksis I,II,III :
Harus dipikirkan dan dihubungkan kondisi
fisik, sosial dan psikologis.
ž Aksis IV :
- Untuk
pemberian kode berat ringannya stresor
psikososial
yg berpengaruh terhadap gangguan
jiwa sekarang.
- Bermakna penting dalam faktor
perkembangan dan
kekambuhan gangguan jiwa yg dialami.
- Stresor yg berkaitan dengan
perawatan saat ini,
adalah dalam jangka waktu 1 tahun
terakhir.Kecuali
pd stres paska trauma kronis dan
menetap atau tertunda.
ž Aksis V :
Taraf tertinggi fungsi penyesuaian
dalam satu tahun terakhir.
- Aksis ini dipakai untuk menilai
taraf tertinggi fungsi penyesuaian paling sedikit beberapa bulan dalam satu
tahun terakhir
- Terdapat 3 aspek :
hubungan sosial
fungsi pekerjaan /
sekolah
penggunaan waktu
senggang
Data
ini sangat penting karena seseorang akan kembali ke fungsi penyesuaian
sebelumnya.
#Catatan :
-
Antara Aksis I,II,III tidk selalu harus
ada hubungan etiologic atau pathogenesis
-
Hubungan antara “aksis I-II-III” dapat
timbl balik saling mempengaruhi.
D. Rentang
respon gangguan penggunaan NAPZA
Rentang respon gangguan penggunaan NAPZA
ini berfluktuasi dari kondisi yang ringan sampai berat, indicator rentang
respon ini berdasarkan perilaku yang ditampakkan oleh remaja dengan gangguan
penggunaan NAPZA sebagai berikut.
Respon adaptif Respon
maladaptive

Eksperimental
|
Rekreasional
|
Situasional
|
Penyalahgunaan
|
Ketergantungan
|
1. Eksperimental
adalah kondisi pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa ingin tahu dari
remaja. Seuai kebutuhan pada masa tumbuh kembangnya, ia biasanya ingin mencari
pengalaman yang baru atau sering dikatakan taraf coba-coba.
2. Rekreasional
adalah penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan teman sebaya,
misalnya pada waktu pertemuan malam minggu, acara ulangtahun. Penggunaan ini
mempunyai tujuan rekresai bersama teman-teman.
3. Situasional
adalah mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi
dirinya sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk melarikan diri
atau mengatasi masalah yang dihadapi. Misalnya individu menggunakan zat pada
saat sedang konflik, stress, dan frustasi.
4. Penyalahgunaan
(abuse) adalah pemakaian sebagai suatu pola penggunaan yang bersifat patologi
atau klinis (menyimpang) yang ditandai oleh intoksikasi sepanjang hari, tak
mampu mengurangi atau menghentikan, berusaha berulangkali mengendalikan, terus
menggunakan walaupun sakit fisiknya kambuh. Keadaan ini akan menimbulkan
gangguan fungsional atau okupasional yang ditandai oleh : tugas dan relasi
dalam keluarga tak terpenuhi dengan baik, perilaku agresif dan tak wajar,
hubungan dengan kawan terganggu, sering bolos sekolah atau kerja, melanggar
hukum atau criminal dan tak mampu berfungsi secara efektif.
5. Ketergantungan
adalah penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah terjadi ketergantungan
fisik, dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan adanya toleransi
dan sindroma putus zat ; suatu kondisi dimana individu yang biasa menggunakan
zat adiktif secara rutin, pada dosis tertentu menurunkan jumlah zat yang
digunakan atau berhenti memakai sehingga menimbulkan kumpulan gejala sesuai
dengan macam zat yang digunakan. Sedangkan toleransi suatu kondisi dari
indifidu yang mengalami peningktan dosis atau jumlah zat, untuk mencapai tujuan
yang biasa diinginkanya.
E. DIAGNOSA
1. ketidak
efektifan koping berhubungan dengan penyalah gunaan agen kimia ditandai dengan:
DS
Ø klien
mengatakan menggunakan napza sejak SMP karena ikut-ikutan temannya
Ø pasien
mengatakan tidak mampu menolak untuk
memakai lagi ketika ditawari temannya apa lagi ketika pasien mempunyai masalah
DO
Ø dilakukan
perawatan diruang rehabilitasi penyalah gunaan napza
Ø pasien
sudah 3x keluar masuk menjalani rehabilitasi
2. Resiko
ketidakberdayaan berhubungan dengan ketidakadekuatan pola kopig ditandai dengan
DS
Ø Pasien
tidak mampu menolak untuk memakai lagi ketika ditawari temenya apalagi pasien
mempunyai masalah
DO
Ø Dilakukan
perawatan di ruang rebilitasi penyalahgunaan napza
Ø pasien
sudah 3x keluar masuk menjalani rehabilitasi
3. Resiko
harga diri rendah situasional berhubungan dengan perubahan perkembangan di
tandai dengan
DS
Ø klien
mengatakan menggunakan napza sejak SMP
karena ikut-ikutan teman-temannya
Ø keluarga
pasien sangat keras mendidik
Ø pasien
tidak mampu menolak untuk memakai lagi ketika ditawari temannya apalagi ketika
pasien mempunyai masalah
DO
Ø pasien
sudah 3x keluar masuk menjalani rehabilitasi
Diagnose keperawatan
|
Perencanaan
|
Tindakan keperawatan
|
Tidak efektifnya kooping individu b.d terus menerus menggunakan zat
adiktif
|
Setelah dilakukan tindakan selama X kali, klien akan mengurangi
penggunaan napza dengan criteria hasil:
·
Tidak terjadi ancaman bagi kehidupan
·
Mengenal hal hal positif pada dirinya
·
Menggunakan koping yang sehat dalam mengatasi masalah
·
Klien mengidentifikasi dan
mendiskusikan stress mayor yang
mempengaruhi fungsi sehari – hari.
|
1. Membina hubungan terapeutik dengan klien.
2.membahas dengan pasien
tingkah laku menyalahgunakn zat dan
resiko penggunaan
3. mendorong pasien agar mau mengikuti untuk berpartisipasi dalam
program terapi
4. mengadakan kontrak persetujuan dengan klien
5. membantu pasien mengenal dan menggunakan koping yang sehat
6. konsisten memberikan dukungan
|
NCP
DX
|
TUJUAN
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Tidak efektifnya kooping individu
|
1. Klien
mengidentifikasi dan mendiskusikan stress mayor yang mempengaruhi fungsi
sehari – hari.
2. Klien
mengeksplorasi perilaku alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi
stresor yang teridentifikasi.
|
·
Dorong klien untuk mengungkapkan
secara verbal tentang perasaan yang negatif, misal : kemarahan, kesedihan dan
rasa frustasi.
·
Diskusikan dengan klien tentang
apa saja yang terdapat dalam perilaku yang dapat diterima
·
.Batasi upaya klien untuk
merasionalisasi perilaku yang tidak tepat sebagai sesuatu yang berada diluar
kemampuan kontrol klien.
·
Minta klien untuk membuat
infentaris pribadi tentang kekuatan dan sumber yang dapat digunakan untuk
mengatasi stress.
·
Eksplorasi dengan kliententang
cara menilai situasi yang menyebabkan ansietas dan cara menerapkan
teknik pemecahan masalah atau teknik
mengelola stress saat berhadapan dengan stresor.
·
Minta klien merumuskan beberapa
tujuan untuk mempertahankan gaya hidup bebas obat.
·
Tuliskan dan tinjau bersama
dengan klien tentang sumber-sumber komunitas yang tersedia, misalnya kelompok
terapi obat dan alkohol atau kelompok psikotarapi lain.
·
Dorong klien untuk mengguanakan
terapi kelompok guna mendapat umpan balik tentang cara terbaik mencapai
tujuan terpi dan memanfaatkan sumber-sumber komunitas.
·
Ajarkan klien tentang strategi
kopping, seperti keterampilan asertif, keterampilan komunikasi, penyelesaian
konflik, dan cara yang cocok untuk mengekspersikan
·
Dorong klien untuk bergabung
dengan kelompok alkoholik tanpa nama, narkotik tanpa nama, atau kelompok
pendukung lain, seperti rational recovery.
|
·
Pengungkapan secara verbal dapat
memfasilitasi eksplorasi dan pemahamannya tentang ansietas.
·
Klien mungkin membutuhkan bantuan
dalam membuat serangkaian pedoman untuk menentukan respon yang sesuai dengan
stresor karena kurangnya pedoman tentang perilaku yang dapat diterima turut
mendukung keadaan stress klien.
·
Klien memerlukan bantuan dalam
menentukan batasan dan perilaku menentang, perilaku yang tidak tepat.
·
Mempraktikkan tekhnik penanganan
masalah dan pengelolaan stress. Meningkatkan kemampuan klien untuk
mengembangkan strategi kopping yang sehat daripada melarikan diri ke
penggunaan zat.
·
Perencanaan memfasilitasi upaya
menghindaru situasi yang dapat menyebabkan klien kembali meggunakan obat.
·
Klien memerlukan akses yang mudah
untuk mendapat informasi dan dukungan pada saat stress atau krisis muncul.
·
Umpan balik kelompok dapat
memberikan infomasi yang berharga tentang kemajuan dan mendukung upaya klien
untuk
·
berubah.
·
Mempelajari strategi ini
memampukan klien untuk mengatasi stresor dengan cara konstruktif.
·
Klien sangat memerlukan mekanisme
dukung jangka panjang, karena penyembuhan adalah proses seumur hidup.
|
Harga diri situasional
|
-
Klien dapat membina hubungan
saling percaya
-
Klien
dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
-
Klien dapat
menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
-
Klien dapat
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan perawatan
dirinya.
|
-
Bina hubungan salig percaya
dengan prinsip teraupetik
-
Diskusikan
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien, buat daftarnya.
-
Rencanakan
bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan,
buat jadwal kegiatan mandiri
-
Motivasi
klien untuk membuat jadwal aktivitas perawatan diri
|
a.
sapa klien dengan baik secara
verbal maupun non verbal
b.
Tunjukkan sikap
menerima klien apa adanya.
c.
Beri
perhatian kepada klien dan perhatika kebutuhan dasar klien.
a.
diskusikan
tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas, kontrol diri atau
integritas ego diperlukan sebagai dasar asuhan keperawatannya
a.
klien perlu
bertindak secara realistis dalam kehidupannya
a.
klien
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan perawatan
dirinya.
|
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari penjelasan di atas tadi, kita tahu bahwa
seseorang tidak begitu saja mengalami ketergantungan, melainkan bertahap.
Diawali dengan tahap eksperimental, dimana seseorang coba-coba memakai NAPZA,
seperti juga coba-coba merokok atau minum beralkohol. Motivasi coba-coba ini
bisa macam-macam. Setelah itu, mungkin karena merasakan efek yang menyenangkan,
ia ingin mengulanginya. Apabila hal ini berlangsung lebih sering, maka ia akan
memasuki tahap pembiasaan, dimana penggunaan NAPZA sudah menjadi kebiasaannya.
Selanjutnya adalah tahap kompulsif yaitu seseorang sudah mengalami
ketergantungan dan pemakaiannya sudah tidak dapat dikendalikan lagi, yang
akhirnya dapat mengarah ke overdosis seperti tadi dibicarakan. Bagaimana
seseorang bisa mulai menjadi pemakai dipengaruhi oleh faktor-faktor individu
maupun faktor lingkungan. Kedua faktor ini berhubungan sangat erat satu sama
lain. Yang termasuk faktor individu, selain untuk iseng dan coba-coba, antara
lain adanya harapan untuk dapat memperoleh "kenikmatan" dari efek
obat yang ada, atau untuk dapat menghilangkan rasa sakit atau ketidaknyamanan
yang dirasakan, baik sakit yang sifatnya fisik (seperti yang dialami penderita
kanker atau penyakit lain) maupun psikis, seperti misalnya sakit hati karena
putus cinta, rapor jelek, atau dimarahin ortu.
Seringkali perilaku kita dipengaruhi oleh
pergaulan maupun lingkungan tempat tinggal kita. Bagi generasi muda, hal paling
berat yang dirasakan adalah tekanan kelompok sebaya (peer pressure) untuk dapat
diterima/diakui dalam kelompoknya. Biasanya di kalangan remaja, kita suka ikut
apa yang dilakukan oleh temen-temen kita, hanya karena takut dianggap nggak
cool dan nggak gaul. Karena itulah, bergaul rapat dengan para pengedar dan
pemakai NAPZA beresiko tinggi. Selain itu, tempat tinggal dan sekolah juga
berpengaruh, misalnya rumah kita berada di lingkungan peredaran atau pemakaian
NAPZA, atau kita bersekolah di tempat atau di lingkungan yang rawan terhadap
penyalahgunaan NAPZA. Masalah penyalahguanaan NARKOBA / NAPZA khususnya pada remaja
adalah ancaman yang sangat mencemaskan bagi keluarga khususnya dan suatu bangsa
pada umumnya. Pengaruh NAPZA sangatlah buruk, baik dari segi kesehatan
pribadinya, maupun dampak sosial yang ditimbulkannya.
B.
Saran
Masalah pencegahan penyalahgunaan NAPZA
bukanlah menjadi tugas dari sekelompok orang saja, melainkan menjadi tugas kita
bersama. Upaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan sejak dini
sangatlah baik, tentunya dengan pengetahuan yang cukup tentang penanggulangan
tersebut.
Peran orang tua dalam keluarga dan juga peran
pendidik di sekolah sangatlah besar bagi pencegahan penaggulangan terhadap
NAPZA
Nah, temen-temen, setelah kita tahu seluk
beluk NAPZA, bahayanya dan bagaimana seseorang bisa sampai kecanduan, kita
tentunya bisa dong mengatakan “tidak” pada diri sendiri dan teman yang mengajak
coba-coba nge-drug. Banyak hal yang dapat kita raih dengan tubuh yang sehat,
jangan sampai kita merusak tubuh dan masa depan kita dengan NAPZA. Hal
berikutnya yang perlu kita ketahui adalah bagaimana apabila hal ini menimpa
kita atau orang yang dekat dengan kita, apa tanda-tandanya, apa yang bisa kita
lakukan serta kemana kita harus mencari bantuan.
C.
Daftar Pustaka
- Yosep. Iyus, 2007, Keperawatan Jiwa, Bandung, Penerbit Refika Aditama
- Sumiati, 2009, Asuhan Keperawatan pada Klien Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA, Jakarta, Penerbit CV. Trans Info Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar